Kebakaran hutan yang terjadi di Korea Selatan (Korsel) pada Maret lalu menghanguskan 17.398 hektar lahan di wilayah Ulsan, provinsi Gyeongsang Utara dan Gyeongsang Selatan.
Api menghanguskan lebih dari 200 bangunan, serta menewaskan 30 korban jiwa dan 37 ribu penduduk terpaksa mengungsi.
Meskipun sudah lebih dari tiga bulan berlalu, momen itu terus membekas bagi warga di sana. Bukan hanya warga setempat yang mengingat, tiga warga Indonesia yang berada di sana merasakan hal yang sama.
Mereka adalah Sugianto, Leo Dipyo, dan Vicky Septa Eka Saputra. Ketika kebakaran itu terjadi, ketiganya berada di sana. Mereka tidak sekadar berhasil menyelamatkan diri, tapi juga membantu mengevakuasi warga setempat yang kebanyakan berusia lanjut.
| Baca Juga : Kisah di Balik Viralnya Biarawati asal Brazil Jago Beatbox dan Dance
Karena aksi heroik tersebut, ketiganya mendapat penghargaan dari Kementerian Kehakiman Korea Selatan. Mereka mendapatkan visa kategori F-2-16, yang hanya diberikan kepada warga asing yang dianggap berjasa luar biasa bagi Republik Korea.
”Terima kasih karena sudah memiliki jiwa penolong kepada warga Korea,” demikian pernyataan Menteri Kehakiman Korsel Park Sung Jae yang ditirukan Sugianto dan dipaparkan kepada Nyata, Rabu (25/6) lalu.

Dengan memiliki visa kategori F-2-16 itu, ketiganya mendapatkan izin tinggal yang lebih fleksibel (biasanya 1 hingga lima tahun dan dapat diperpanjang), kebebasan memilih dan berganti pekerjaan, bisa memulai bisnis sendiri tanpa terikat pada satu perusahaan.
Sugianto mengingat, pada 25 Maret sekitar pukul delapan malam, ia melihat kepulan asap hitam pekat membumbung tinggi di rumah kontrakannya di Desa Gyeongjeong.
Tidak lama kemudian, dari kantor Desa ada pengumuman peringatan darurat. Meminta warga segera keluar dan menyelamatkan diri.
| Baca Juga : Atlet Seluncur Indah Cilik, Gazbiyya Zada Taviarandra Ingin Seperti Kaori Sakamoto
Setibanya di titik kumpul evakuasi, pria yang sudah delapan tahun tinggal di Korea Selatan itu menyadari banyak warga desa, terutama lansia, yang tidak mendengarkan peringatan tersebut. Padahal api sudah semakin mendekat ke pemukiman.
Melihat situasi itu, pria yang sehari-hari bekerja sebagai pekerja penangkap ikan di PT Geum Yang Hoo itu berkoordinasi dengan kepala desa setempat.
”Karena saya sudah lama tinggal di sini dan hafal dengan semua warganya, saya langsung berkoordinasi dengan kepala desa. Saya menyadari beberapa warga belum terlihat. Terus kepala desa berkata, ya sudah terserah. Yang penting cepat bangunin orang-orang rumah,” lanjut Sugianto menirukan ucapan kepala desa.
Berbekal masker untuk melindungi hidung dan mulutnya, dia mengetuk rumah-rumah warga. Mayoritas warga di desa itu adalah lansia yang sudah terlelap tidur.
Menurut Sugianto momen paling dramatis adalah ketika dia mengevakuasi seorang lansia berusia 64 tahun yang memiliki gangguan pendengaran.
| Baca Juga : Laura Lazarus, Pramugari Penyintas Kecelakaan Pesawat
”Jadi saya gedor-gedor pintu enggak dibuka-buka, gedor jendela enggak kebuka. Terus saya dobrak saja pintunya,” papar pria asal Indramayu, Jawa Barat itu.
Saat itu, api sudah mulai menjalar ke desa. Berpacu dengan waktu, Sugianto terpaksa harus menuntun para lansia secara perlahan. Ada juga yang bahkan harus dia gendong.
Total ada puluhan warga Korsel yang berhasil dia evakuasi menuju pemecah ombak di daerah Gyeongjong, sekitar 150 meter dari lokasi kejadian. Melalui medan yang cukup curam dengan kemiringan sekitar 60 derajat.
Beruntung ia tidak mengalami luka-luka atau cedera. Hanya kakinya sakit karena berlari. Sugianto mengungkap alasannya menyelematkan para warga murni didasari naluri kemanusiaan.
Meski begitu, ia juga merasa takut. Ia menangis saat melihat api yang semakin dekat, takut akan melalap rumahnya.
Baca kisah selengkapnya aksi heroik Sugianto dan dua WNI lain di Tabloid Nyata Cetak edisi 2813, Minggu ke I Juli 2025.