Dulu Latihan di Pos Ronda, Pecatur Asal Sleman Lolos Piala Dunia 2025

1 week ago 11

Usianya baru 16 tahun, namun prestasi Shafira Devi Herfesa di dunia catur patut dibanggakan. Ia baru saja meraih gelar Woman International Master (WIM) setelah menjuarai Asian Zone 3.3 (wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara) Chess Championship 2025 di Mongolia, awal Mei lalu.

Kemenangan itu mengantar pecatur asal Sleman itu menuju Piala Dunia Catur 2025 di Batuni, Georgia, Juli mendatang.

Ia menjadi pecatur ke empat Indonesia yang lolos Piala Dunia. Menyusul Grandmaster (GM) Utut Adianto di Piala Dunia 1996 dan 2004, GM Susanto Megaranto dan WGM Medina
Warda Aulia di 2019.

”Alhamdulillah, rasanya senang dan bersyukur. Ini kali pertama saya ke Piala Dunia Catur. Tadinya cuma mau dapat Women Fide Master (WFM), tapi nggak nyangka sampai ke Piala Dunia,” kata Shafira kepada Nyata, Selasa (10/6/2025) lalu.

| Baca Juga : Bocah 6 Tahun di China Operasikan Crane Demi Aksi Akrobat Orangtua

Shafira memang tidak menyangka, sebab sejak awal ia tidak diunggulkan. Namun ia mencatatkan perjalanan luar biasa sepanjang sembilan babak turnamen dengan mengoleksi tujuh poin, lima kemenangan dan hanya satu kekalahan.

Shafira juga membuat banyak kejutan. Mulai dari menaklukkan pecatur senior Filipina, Woman Grandmaster (WGM) Janelle Mae Frayna dan di babak terakhir mengalahkan pecatur peringkat pertama asal Mongolia WGM Munkhzul Turmunkh.

Di dunia catur, Shafira memiliki target besar. Yaitu menjadi WGM, gelar tertinggi untuk wanita. Namun untuk itu, ia harus memenuhi dua syarat utama. Yakni Elo rating minimal 2.300 poin dan meraih tiga norma grandmaster dari turnamen-turnamen Internasional yang diakui FIDE.

Kecintaan putri pertama pasangan Dewi Rochana dan Erliyansyah pada catur itu berawal
sejak kanak-kanak. Usianya baru tiga tahun, ketika ayahnya yang mantan atlet catur di Yogyakarta mengenalkan olahraga itu.

| Baca Juga : Astrid Ika Paramitha Temukan Melon Hitam Pertama di Dunia

”Pertama kali itu kan Shafira sering lihat saya main catur. Terus dia tanya-tanya. Begitu dia ada ketertarikan, saya ajak dia nonton pertandinganpertandingan catur yang ada di Yogyakarta,” kenang Erliyansyah di kesempatan berbeda.

Melihat ketertarikan itu, membuat Erliansyah memutuskan melatihnya. Namun, bukan Shafira yang langsung dia latih, melainkan sang istri.

”Jadi ibunya saya latih sampai bisa bermain catur. Baru kemudian ibunya melatih Shafira. Setelah lancar, baru saya latih teorinya,” kata warga Dusun Samberembe RT.02 RW.01 Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman itu.

Pemberian teori catur kepada Shafira pun dilakukan dengan cara yang menyenangkan tanpa tekanan.

| Baca Juga : Firasat Para Keluarga Korban Tewas Longsor Tambang di Cirebon

”Saya kasih tahu teori-teori catur. Kayak cara pembukaan yang benar, membentuk pola pikir dan semua itu dilakukan dengan fun. Nggak ada istilahnya harus tahu teori ini dan itu,” papar pelatih catur di beberapa club catur di Yogyakarta itu.

Tidak Mendampingi Seiring waktu, Erliansyah beberapa kali mengajak Shafira bermain catur melawan bapak-bapak di pos ronda dan rutin membawanya ikut sparring.

Dari sinilah, kemampuan Shafira mulai terasah. Saat berusia enam tahun, Shafira mulai mengikuti kompetisi, bahkan berhasil menjuarai kompetisi catur di Tiongkok. Di usia delapan tahun, dia mulai berpartisipasi dalam kejuaraan nasional.

Shafira berlatih bersama ayahnya setiap hari tanpa henti. Latihan itu berakhir setelah Shafira masuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) di Bekasi tahun 2023. Karena padatnya jadwal latihan dan kompetisi, Shafira memutuskan untuk
menempuh pendidikan homeschooling.

Erliansyah menambahkan, ”Sejak ikut kompetisi di usia enam tahun sampai ke kompetisi
Internasional itu saya nggak pernah ikut mendampingi. Saya ingin membangun mental Shafira yang tangguh.” (*)

Kisah selengkapnya bisa dibaca di Tabloid Nyata Cetak edisi 2811, Minggu ke IV Juni 2025

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |