Sengketa Royalti Agnez Mo dan Ari Bias, AKSI Dukung Putusan Pengadilan

3 weeks ago 28
 Bayu/Nyata)Tanggapan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) terkait sengketa Agnez Mo dan Ari Bias. (Foto: Bayu/Nyata)

Sengketa hak cipta yang melibatkan penyanyi Agnez Mo dan komposer Ari Bias memasuki babak baru setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan putusan pada 30 Januari 2025.

Keputusan tersebut menyatakan bahwa Agnez Mo terbukti melanggar Undang-Undang Hak Cipta dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp1,5 miliar.

Putusan itu mendapat dukungan dari Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), yang menegaskan pentingnya menghormati keputusan hukum demi perlindungan hak-hak pencipta lagu.

Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Selatan pada Senin (17/2/2025), perwakilan AKSI, Piyu, menyampaikan bahwa keputusan pengadilan ini sejalan dengan prinsip perlindungan hak cipta yang selama ini diperjuangkan oleh asosiasi tersebut.

| Baca Juga: Kasus Agnez Mo-Ari Bias, Ahmad Dhani Segera Revisi UU Hak Cipta

“Kami menghormati keputusan Pengadilan Niaga dan mengajak semua pihak untuk melihat ini sebagai langkah maju dalam perlindungan hak cipta di industri musik,” ujar Piyu, yang juga dikenal sebagai gitaris PADI Reborn.

Meskipun sudah ada putusan, Agnez Mo memilih untuk tidak tinggal diam. Tim kuasa hukumnya segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, berupaya membatalkan vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama.

AKSI pun menyatakan penghormatan terhadap langkah hukum yang diambil Agnez Mo, dengan menegaskan bahwa setiap individu berhak memperjuangkan kebenaran melalui mekanisme hukum yang berlaku.

“Kami memahami bahwa Agnez Mo memiliki hak untuk menempuh jalur hukum lebih lanjut. Ini adalah bagian dari proses hukum yang harus kami hormati,” tambah Piyu.

| Baca Juga: Wakili AKSI, Ini Pernyataan Piyu Padi Atas Kasus Agnez Mo

Di luar kasus yang tengah bergulir, AKSI kembali menyoroti persoalan transparansi dalam pengelolaan royalti musik di Indonesia.

Dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Menteng, Jakarta Pusat, pada Desember 2024, Piyu mengungkapkan bahwa ia hanya menerima royalti sebesar Rp125.000 setelah dipotong pajak tahun ini, angka yang menurutnya sangat jauh dari harapan bagi seorang musisi dengan rekam jejak panjang di industri.

Keluhan ini menjadi sorotan, mengingat sistem manajemen royalti yang masih dianggap belum optimal. AKSI mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam memperbaiki tata kelola royalti, termasuk meningkatkan transparansi dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN).

“Kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap sistem distribusi royalti agar para pencipta lagu mendapatkan haknya secara adil,” tutup Piyu.

Dengan perkembangan terbaru ini, polemik royalti di industri musik Indonesia tampaknya masih akan terus berlanjut, menunggu bagaimana langkah hukum selanjutnya dari Agnez Mo serta respons dari pihak-pihak terkait dalam upaya reformasi sistem royalti di tanah air. (*)

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |