
Setelah anak berusia enam bulan, ibu-ibu mulai semangat berkreasi dalam pembuatan makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Namun di balik itu, sebagian para ibu sedikit khawatir karena si kecil melakukan gerakan tutup mulut (GTM).
Menurut dr. Dimple Nagrani, Sp.A, BMedSc, GTM adalah kondisi di mana anak menolak makan dengan berbagai cara seperti menutup mulut, memalingkan wajah, atau menepis sendok kala sang ibu memberikan MPASI.
Kekhawatiran ini kerap terjadi dan menjadi tantangan bagi banyak orangtua yang susah mengetahui penyebabnya.
“Padahal sebagai orangtua harus tahu apakah gerakan tutup mulut ini karena si anak mengantuk atau memang belum lapar,” ujar Dimple di The Galery Cibis Park, Jakarta, baru-baru ini.
| Baca Juga: Banyak Jamur Hitam di Dinding Rumah, Ini Bahayanya Bagi Kesehatan
Untuk itu, Dimple menambahkan bahwa hal utama yang harus dilakukan orangtua, khususnya ibu, adalah tidak panik.
“Karena anak melakukan GTM bukan karena tidak mau makan. Melainkan waktu pemberian makan yang belum pas, variasi dan tekstur makanan sesuai usia anak serta cara pemberian makannya yang mungkin kurang tepat,” paparnya.
Ia menambahkan, “Solusinya harus kita sesuaikan dengan penyebabnya. Jadi cari penyebab tersering kenapa anak tidak mau makan.”
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Spesialis Anak Universitas Indonesia itu menyayangkan kebanyakan orangtua, terutama pasangan yang baru memiliki anak, sudah panik terlebih dahulu dan membuat anak terdistraksi saat waktu makan.
| Baca Juga: Pentingnya Vaksin Pneumonia Bagi Anak dan Orang Dewasa
Beberapa yang kerap dilakukan adalah memainkan gawai, menonton televisi, mengajak anak berkeliling komplek hingga mencari hewan-hewan di sekitar. Padahal, hal tersebut hanya akan menyebabkan anak kehilangan fokusnya untuk mempelajari aroma, tekstur dan cara makan yang benar.
Kebiasaan tersebut juga dikatakannya dapat menyebabkan anak mengalami gangguan sensori ketika memasuki usia sekolah.
“Nanti ujungnya anak jadi overwhelming karena tiba-tiba sadar dia sedang makan. Jadi kalau sering diberikan screen time, mohon hentikan mulai sekarang,” ujar Dimple.
Tiga Metode Gerakan Lahap Makan
Untuk mengatasi Gerakan Tutup Mulut, Dimple menyarankan agar orangtua perlu menguasai tiga metode penting agar anak melakukan Gerakan Lahap Makan (GLM).
Caranya, pertama, pastikan anak makan saat sudah lapar dan tidak mengantuk. Pastikan anak sudah diberikan jeda makan atau berpuasa selama 2 hingga 3 jam sebelum mulai MPASI, makan camilan atau diberi ASI.
“Waktu 2 sampai 3 jam itu bukan buatan manusia, tapi dari sananya. Kita harus beri waktu untuk perut mencerna susu sampai kosong, baru makanan bisa dicerna,” katanya.
| Baca Juga: Hindari 5 Kebiasaan Ini Jika Tidak Ingin Terkena Skoliosis
Kedua, agar terjadi Gerakan Lahap Makan, ibu perlu melakukan variasi rasa dan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anak, serta pastikan tekstur makanan sesuai tahapan usianya. Kombinasikan sumber karbohidrat, protein hewani, lemak untuk MPASI. Sumber karbohidrat tidak melulu harus nasi, tapi bisa kentang, ubi, singkong, mi atau roti.
Dimple menjelaskan nafsu makan bayi akan meningkat apabila MPASI dibuat dengan rasa dan aroma yang mengunggah selera. Kalaupun tidak diberikan garam, orangtua dapat menggunakan rempah seperti jahe, kunyit, cengkeh.
“Pastikan bayi naik tekstur sesuai usianya untuk melatih kemampuan mengunyah. Untuk usia 6-8 bulan harus halus dan kental seperti mashed potato, jadi teksturnya bisa kita congkel, karena kalau terlalu encer kemudian bertemu dengan air liur bayi yang banyak, anak akan menyemburkan makanan,” jelasnya.
Ketiga, orang tua perlu memperhatikan cara pemberian makan yang tepat. Seperti pastikan mulut sudah kosong sebelum bayi menerima suapan berikutnya, dan memastikan posisi duduk yang benar saat makan.
| Baca Juga: Jangan Dibuang, Biji Alpukat Punya Sejumlah Manfaat Kesehatan
Kebiasaan memberi makan sambil menggendong anak sebaiknya dihindari karena posisi punggung dan leher anak harus tegak.
Kemudian pastikan anak selesai makan dalam durasi maksimal 30 menit tanpa adanya distraksi. “Kita perlu meminimalkan distraksi agar anak dapat mengenali makanannya serta belajar mengunyah dan menelan dengan baik,” jelas Dimpel.
Dan pada usia sekitar 9 bulan ke atas, berikan bayi kesempatan untuk belajar makan sendiri.
Konsultasi Dokter Anak Jika Berlanjut
Jika masalah dalam pemberian MPASI masih berlanjut, Dimple menyarankan supaya orangtua segera datang ke rumah sakit untuk melakukan konsultasi kepada dokter.
Ia menegaskan agar orang tua tidak menggampangkan kondisi anak yang tetap makan, meski hanya mendapatkan beberapa suap. Hal lain yang turut ia soroti adalah anak dianjurkan untuk tidak diberi camilan terus menerus atau diberi jeda makan lebih dari 2 hingga 3 jam, karena dapat menurunkan nafsu makan.
“Jadi semakin cepat anda berkonsultasi pada dokter terkait, semakin cepat anak mau makan sesuai dengan tumbuh kembangnya,” kata Dimple.
| Baca Juga: Mengenal Penyakit Langka Von Willebrand, Mirip Hemofilia
Dimple mengingatkan bahwa penting bagi orangtua untuk paham bahwa setiap anak memiliki pola makan yang berbeda. Mempelajari kebiasaan anak dan bersabar akan membantu mengatasi GTM secara efektif.
Pendekatan berbasis pemahaman dan tanpa paksaan, diyakini mampu mengoptimalkan perkembangan kemampuan makan anak, dan lebih jauh lagi, memastikan kesehatan nutrisi jangka panjang. (*)