Cerita Gerry Utama Temukan Fosil Kayu Berusia 130 Juta Tahun di Antartika

2 weeks ago 22
 Dok. Pri)Gerry Utama temukan fosil kayu berusia 130 juta tahun di Antartika. (Foto: Dok. Pri)

Antartika selalu jadi tempat spesial bagi para peneliti dalam melakukan penjelajahan dan penelitian sejarah dunia. Benua yang meliputi kutub selatan itu dianggap masih menyimpan bukti sejarah peradaban bumi jutaan tahun lalu yang tersimpan di bawah lapisan gunung es.

Sejarah mencatat ada delapan peneliti Indonesia yang pernah menginjakkan kaki di Antartika. Salah satu yang beruntung itu adalah Gerry Utama.

Beberapa waktu lalu, dia menjadi bagian dari misi Russian Antarctica Expedition (RAE) yang berlangsung selama Maret-Juli 2024. Pria asal Palembang itu menjadi satu-satunya peneliti Indonesia sekaligus pertama di ASEAN yang terpilih mengikuti program RAE ke-69 itu.

 Dia bertugas untuk mendesain peta geomorfologi Pulau King George, yang akan melengkapi Atlas Antartika milik pemerintah Rusia. Menariknya, dia juga berhasil menemukan Fosil Kayu berusia 130 juta tahun. Penemuan itu tentunya memperkaya temuan-temuan baru yang ada di sana.

”Kesannya amazing, mengesankan dan seru banget. Pengalaman pertama yang nggak akan saya lupakan itu ke Antartika,” kata Gerry Utama memulai ceritanya kepada Nyata, belum lama ini.

| Baca Juga: 84 Tahun Menikah, Pasangan Brasil ini Punya Lebih dari 100 Cucu

Menurut pria yang akrab disapa Gerry itu, tidak sembarang peneliti bisa menjelajah Antartika. Dia sendiri mendapat tawaran untuk mengikuti RAE dari tempatnya bekerja di Arctic and Antarctic Research Institute (AARI), sebuah lembaga penelitian tertua di Rusia di bidang Artktik dan Antartika yang berbasis di kota Saint Petersburg.

”Jadi awal-awal kuliah semester pertama selesai ujian itu, saya ditawarkan oleh pihak AARI untuk penelitian ke Antartika. Mereka bilang ‘kalau mau persiapkan saja’ begitu. Barulah awal tahun 2023 itu saya mulai menggagas mau riset apa saja. Terus saling komunikasi ada nggak kemungkinan peluang untuk bertugas, ternyata bersambut baik. Akhirnya ditawarkan pekerjaan apa. Saya rapat dan diskusi dengan para dosen dan peneliti. Apa yang mau dikerjakan selama di Antartika,” kenang lulusan S2 jurusan Paleogeografi di Saint Petersburg State University itu.

”Kalau persyaratannya ada. Untuk tim peneliti yang dicari sesuai bidang keahliannya. Kebetulan saya bidang keahliannya geomorfologi. Sebab kemampuan dalam interpretasi data radar dan pemetaan menjadi aset berharga dalam misi ini,” lanjutnya.

| Baca Juga: Tersiram Avtur, Korban Kecelakaan Pesawat Delta Airlines Selamat

Hingga pada Januari 2024, Gerry terpilih sebagai peneliti geomorfologi mewakili AARI. Bersama 150 orang yang terdiri dari kru kapal serta 75 peneliti dari departemen oseanografi dan glasiologi yang berasal dari Rusia.

Namun sebelum berangkat, mereka wajib mengikuti training. Mencakup pelatihan pertahanan fisik, kemampuan SAR (Search and Rescue, red) dan keahlian diving. Mereka juga dibekali baju, jaket dan sepatu khusus yang tahan terhadap suhu dingin Antartika.

Petualangan ke Antartika dimulai pada 28 Februari 2024. Mereka berangkat menaiki Kapal riset akademik Tyroshnikov. Awalnya kapal ice breaker itu berlayar dari kota Saint Petersburg Rusia menuju ke Cape Town, Ibukota Afrika Selatan untuk pengisian logistik dan keperluan lainnya.

Perjalanan mereka kemudian berlanjut dengan mengunjungi beberapa stasiun riset milik pemerintah Rusia. Yakni Stasiun Mirny, Stasiun Progress, Stasiun Molodezhnaya, Stasiun Novolazarevskaya, dan Stasiun Bellingshausen. Perjalanan itu ditempuh selama berminggu-minggu.

| Baca Juga: Memulai Latihan di Mall, Kelly Supangat Raih Mimpi di AWG 2025

”Di Antartika itu suasananya sepi, hampa. Cuma ada suara angin aja yang berdesir-desir. Dimana-mana putih kadang ada batu tapi jarang. Waktu itu cuacanya bervariasi karena pindah-pindah. Kadang angin gelap, terus kadang cerah, beberapa jam jadi malam,” cerita Gerry yang pernah melakukan pemetaan tanah permafrost di Kutub Utara itu.

Barulah di stasiun Bellingshausen, putra sulung dari tiga bersaudara itu memulai proyek utamanya. Dia melakukan penyusunan pemetaan geomorfologi di Pulau King George, sebuah pulau terbesar yang berada di Kepulauan Shetland Selatan, Antartika.

”Di Pulau King George Ini menarik sekali, ada kontrol geologi, jadi berupa patahan. Berupa patahan, ada dua vault, collins, vault collins, sama escura. Sehingga ini membentuk semacam posisi horst, graben dan horst. Itu kayak di Bantul Yogyakarta, mirip akibat hasil dari patahan,” paparnya.

Di tengah penelitian itu, Dia juga menemukan fosil kayu berusia 130 juta tahun yang berukuran 30×30 sentimeter.

| Baca Juga: Detik-detik Menegangkan Adrian Simancas Selamat Setelah Dicaplok Paus

”Awalnya saya rekonstruksi dulu. Dengan melihat sejarah geologi Pulau King George itu pada fasenya dulu dia berada di daerah subtropis. Kemudian bergeser akibat proses tektonisme (gempa bumi, red) dia bergeser ke arah kutub. Sehingga dulunya hijau, tapi ketika bergeser ke area kutub, vegetasi-vegetasi itu tidak berkembang karena sudah dilapisi salju. Ukurannya besar karena dia berkambium. Berat banget kita bawanya karena masih tertutup salju jadi masih keras. Angkutnya pakai alat terus kita jalan kaki,” lanjut Gerry lagi.

Penemuan-penemuan itu lantas melalui proses lanjutan yang cukup panjang. ”Kalau pemetaan itu kurang lebih tiga bulan. Setelah misi selesai, kita masih terus konsultasi. Hasilnya harus divalidasi, dimodelkan, lalu disampaikan ke pimpinan dan AARI. Kita diskusi sama kampus juga bagaimana hasilnya,” terangnya.

Bagi Gerry, penelitian kali ini menjadi petualangan yang tak terlupakan dalam hidupnya. ”Melihat aurora australis yang berkelas dan mahal sekali. Karena biasanya dibuat wisata jadi bayarnya mahal. Bayangin aja tiap ambil sampel harus naik helikopter dulu. Saya rasa ini benar-benar kaya film James Bond,” candanya.

”Kalau kita punya mimpi maka bangunlah lebih awal. Jadi kita punya banyak waktu untuk mewujudkan mimpi itu. Gunakan ilmu pengetahuan kita untuk nusa bangsa dan negara bahkan untuk komunitas global,” pesan Gerry yang siap melanjutkan studi S3 Jurusan Paleogeografi di Saint Petersburg State University, Maret ini. (*)

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |