Perayaan Tahun Baru Imlek identik dengan berbagai tradisi, salah satunya konsumsi makanan manis yang melimpah, mulai kue keranjang, dodol hingga permen.
Meskipun kelezatan makanan manis menjadi bagian tak terpisahkan dari kebahagiaan perayaan, konsumsi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kesehatan, terutama diabetes.
Dalam suasana yang penuh kegembiraan dalam perayaan Tahun Baru Imlek, penting untuk menjaga pola makan yang sehat, mengingat semakin tingginya angka penyandang diabetes di Indonesia.
Menurut Prof. Dr. dr. Imam Subekti, Sp. P.D, Subsp. E.M.D. (K), FINASIM, konsumsi makanan manis yang berlebihan, terutama dalam momen perayaan, dapat berkontribusi pada peningkatan berat badan, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes.
| Baca Juga: Cek Fakta dan Mitos Kesehatan Tentang Durian
“Tubuh obesitas tidak hanya mengurangi estetika penampilan dan menghambat aktivitas sehari-hari, tetapi juga menyebabkan penurunan sensivitas tubuh terhadap insulin, yang dikenal sebagai resistensi insulin,” ujar Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Endokrinologi Metabolik dan Diabetes RS Pondok Indah itu.
Prof. Imam menambahkan, “Awalnya, pankreas akan memproduksi lebih banyak insulin untuk mengatasi hal tersebut. Namun, jika kondisi ini berlanjut, pankreas akan mengalami kelelahan dan berujung pada terjadinya diabetes. Oleh karena itu, menjaga berat badan tetap ideal sangat penting untuk mengurangi risiko diabetes, terutama di tengah godaan makanan manis saat perayaan.”
Cara Mengukur Obesitas
Dikatakan Prof. Imam, secara umum, yang disebut obesitas adalah kondisi tubuh dengan penumpukan lemak yang berlebih. Cara pengukuran kadar lemak yang akurat adalah dengan CT-scan atau MRI.
Namun, mengingat pemeriksaan dengan alat ini tidaklah murah dan hanya tersedia di tempat tertentu, seperti rumah sakit saja, maka cara lain yang digunakan adalah pengukuran indeks massa tubuh (IMT), yaitu berat badan kuadrat (dalam kilogram) dibagi tinggi badan (dalam meter).
“IMT disebut normal jika hasilnya berada di rentang 18 – 22,9, disebut berlebih pada rentang 23– 25, obesitas 1 pada rentang 25 – 30, dan obesitas 2 jika berada di atas 30 dalam satuan kg/m2. Untuk mengukur komposisi massa tubuh juga dapat dilakukan dengan alat khusus seperti densitometer tubuh,” jelas dokter yang pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam di FKUI-RSCM itu.
| Baca Juga: Keseringan Makan Seblak, Ribuan Remaja di Karawang Alami Anemia
Ada empat faktor yang membuat seseorang mengalami obesitas, yaitu asupan berlebih, penggunaan energi yang kurang, genetik, dan penyakit dengan faktor pertama dan kedua yang paling banyak terjadi.
Cara Agar Obesitas Tidak Menjadi Diabetes
Prof. Imam menjelaskan perjalanan obesitas menjadi diabetes terjadi melalui beberapa tahap. Tahap awal, akibat resistensi insulin, gula darah mulai meningkat tetapi belum menimbulkan gejala.
Tahap ini disebut pre-diabetes yaitu kadar gula darah puasa dan atau sesudah makan berada di atas kisaran normal, tetapi belum sampai pada kriteria diabetes.
Tahap berikutnya disebut diabetes, yaitu kadar gula darah puasa dan atau sesudah makan sudah sampai pada angka yang sesuai dengan kriteria diabetes.
Pada tahap ini, mulai ada gejala, antara lain sering buang air kecil, banyak minum, banyak makan, tetapi berat badan turun.
“Bagi seseorang dengan berat tubuh berlebih, hal pertama yang perlu dilakukan agar terhindar dari diabetes adalah mencari tahu faktor penyebab kegemukan yang dialaminya. Informasi ini diperlukan untuk menentukan tata laksana penurunan berat badan,” papar dokter yang dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2019 itu.
| Baca Juga: Waspada ‘Brain Rot’ Akibat Kecanduan Scroll Konten Medsos
Ditegaskan Prof. Imam, bila menurunkan berat badan bukan sekadar menghindarkan diri dari diabetes, tetapi juga dapat memperkecil berbagai risiko penyakit, seperti serangan jantung, darah tinggi, kolesterol, dan sebagainya.
Secara umum, ada lima hal yang perlu dilakukan untuk menurunkan berat badan:
1. Mengatur pola makan. Perlu dihitung total kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas harian, sehingga dapat ditentukan asupan yang diperlukan untuk terapi diet penurunan berat badan. Penghitungan ini diharapkan dapat menurunkan kalori sebesar 500 – 1.000 kilo kalori per hari.
2. Aktivitas fisik rutin. Dilakukan setidaknya tiga kali dalam satu minggu dengan durasi setidaknya 30 menit. Durasi dapat dinaikkan menjadi 45 menit sementara sesi ditingkatkan menjadi lima kali dalam seminggu. Aktivitas yang direkomendasikan adalah yang bersifat aerobik, seperti jalan atau joging, renang, bersepeda, atau senam.
3. Perubahan perilaku. Obesitas bukanlah kondisi yang terjadi tiba-tiba, melainkan dalam durasi yang panjang. Karenanya, diperlukan komitmen secaraterus-menerus untuk melakukan perubahan terhadap gaya hidup yang dijalani.
4. Obat sering kali diperlukan jika program pengaturan makan (terapi diet) dan aktivitas fisik belum berhasil mencapai target penurunan berat badan.
5. Jika cara pertama hingga keempat tidak berhasil, dapat dipertimbangkan (jika memenuhi syarat) untuk menjalani tindakan bedah bariatrik, yakni operasi pemotongan usus. (*)