Bali, CNN Indonesia --
Ketua Garda Indonesia Igun Wicaksono meminta Pemprov Bali mempertimbangkan rencana aturan wajib ber-KTP Bali bagi sopir Angkutan Sewa Khusus Pariwisata (ASKP) salah satunya taksi online.
Igun menilai, kebijakan berbasis KTP rawan melukai asas kesetaraan dan mengancam nafkah pengemudi yang sudah bekerja.
Menurut Igun, larangan bagi pengemudi non-KTP Bali bisa memutus akses mata pencaharian yang telah berlangsung, sehingga butuh kebijakan yang lebih bijak dari pemerintah daerah dan pemangku adat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan adanya pelarangan pengemudi non KTP Bali akan menimbulkan akses hilangnya pekerjaan pencari nafkah dari yang sudah menjadi pengemudi online saat ini. Kami berharap pemda dan pemangku adat mempertimbangkan atau mengevaluasi rencana ini dengan bijaksana dan arif untuk tidak menghilangkan seseorang mencari nafkah di Bali," kata dia, dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11).
Ia juga menegaskan, posisi asosiasi dengan mendukung kebijakan pro-rakyat selama tidak menimbulkan perlakuan berbeda atas dasar KTP.
"Sikap kami asosiasi pengemudi ojol Garda Indonesia mendukung kebijakan keputusan pro rakyat di Bali. Namun, jangan sampai menjadi diskriminatif dan kami yakin pemerintah daerah Bali dan pemangku adat Bali akan bijaksana menjaga ekosistem transportasi online tanpa diskriminatif," imbuhnya.
Igun pun memperingatkan bagaimana dampak rambatan masalah jika pasal berbasis KTP dijadikan preseden di daerah lain.
"Kami khawatir akan adanya kebijakan-kebijakan diskriminatif juga akan diberlakukan di daerah-daerah lain sehingga hal ini akan mengganggu perekonomian, serta kebhinnekaan dalam satu provinsi," ujarnya.
Dari sisi kesiapan implementasi, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) wilayah Bali Rai Ridharta menggarisbawahi bahwa kebijakan tak boleh dijalankan sebelum jawabannya siap di lapangan.
"Jangan sampai ini setelah diterapkan baru kemudian mencari jawabannya. Tentu akan menimbulkan persoalan," ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov Bali dan DPRD Bali, telah menyepakati Raperda Penyelenggaraan Layanan ASK Pariwisata Berbasis Aplikasi.
Raperda tersebut akan mewajibkan sopir ber-KTP Bali, kendaraan berpelat DK, penggunaan label resmi "Kreta Bali Smita", standardisasi tarif dengan pembedaan tarif bagi WNI dan WNA, serta rencana penerbitan Pergub untuk pengaturan sanksi. Raperda tersebut akan dikirim ke Kemendagri untuk proses fasilitasi sebelum diundangkan.
Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan menilai aturan itu belum dapat diberlakukan karena masih menunggu proses fasilitasi dan nomor register dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia.
"Jadi itu nanti akan diperiksa. Perda itu, kalau enggak ada nomor register Kementerian Dalam Negeri, itu enggak berlaku," kata kata saat dihubungi wartawan, Selasa (4/11).
Djohermansyah juga menegaskan Kemendagri masih akan menilai kesesuaian materi muatan Raperda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, asas non-diskriminasi, serta prosedur pembentukan perda.
(kdf/isn)

2 hours ago
1

















































