Mengapa Game Roblox Berbahaya? Begini Penjelasannya

1 day ago 8

Game Roblox sangat populer beberapa tahun terakhir ini. Penggunanya dari anak-anak hingga dewasa. Bukan sekadar game online, melainkan platform di mana penggunanya bisa menjadi kreator dan membagikan pengalaman mereka.

Roblox ini juga menyediakan berbagai macam permainan. Mulai balapan, simulasi, role playing hingga parkour.

Namun awal bulan ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M, Ed., menyebutkan, Roblox adalah game berbahaya dan memicu perilaku kekerasan pada anak.

”Nah yang main blok-blok (Roblox), jangan main ya, karena itu tidak baik. Di situ ada berantemnya, ada kata-kata jeleknya, jadi jangan nonton yang tidak berguna, ya,” kata Mu’ti, seperti dilansir CNN, Senin (4/8) lalu.

Pernyataan Mu’ ti didukung anggota DPR RI. ”Banyak kasus kekerasan di sekolah yang setelah ditelusuri ternyata dipengaruhi game online seperti ini,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani.

| Baca Juga : Uang Sule Raib Rp50 Juta Akibat Anak Main Game Online

Sama Seperti Playground

Lantas mengapa Roblox sangat disukai dan mengapa menjadi berbahaya? Dituturkan game developer dan founder Arsanesia, studio pengembangan game independen di Indonesia, Adam Ardisasmita, Roblox itu seperti playground.

”Mengapa popular di kalangan anak-anak? Alasannya sama dengan kenapa anak-anak suka main di playground. Di Roblox, mereka bisa bermain seperti di playground, tapi versi digital. Selain itu aplikasinya juga ringan dan bisa dimainkan di perangkat yang low end (tidak canggih sekalipun) sehingga barrier to entry (hambatan untuk masuk)-nya rendah,” papar Adam kepada Febrianto Nur Anwari, Program Manager Asosiasi Game Indonesia yang menulis untuk Nyata.

Lebih lanjut Adam menuturkan, potensi bahaya roblox lebih pada literasi digital dalam keluarga.

”Dan rendahnya pengawasan terhadap aktivitas anak di dunia digital. Roblox pada dasarnya dibuat untuk anak usia di atas 12 tahun. Artinya Roblox sebenarnya diperuntukkan untuk anak SMA. Fakta bahwa ada anak TK atau SD yang memainkan Roblox, menunjukkan lemahnya literasi digital dan pengawasan orangtua terhadap aktivitas anak di dunia digital,” kata pria berkacamata itu.

| Baca Juga : Seluruh Season ‘Squid Game’ Jadi Serial Terpopuler Netflix Sepanjang Masa

”Analoginya film bioskop yang mengandung kekerasan dan sudah dikasih rating 13+, tapi tetap ada anak-anak yang masuk ke bioskop. Jadi kalau ada anak SD dibiarkan main Roblox tanpa pendampingan orangtua, sama saja membiarkan anaknya yang masih SD keluar sendiri ke mal. Berinteraksi dengan orang-orang yang tidak jelas siapa, dari mana asalnya, gimana latar belakangnya dan sebagainya,” imbuhnya.

Berdasarkan Rating

Game Roblox sendiri memiliki aturan ketat untuk penggunanya. Dilarang untuk anak di bawah 13 tahun.

”Namun yang terjadi, anak di bawah 13 tahun dibiarkan menipu umur mereka ketika mendaftar di Roblox. Itu berisiko membuat anak bisa berinteraksi dengan siapapun dari latar belakang apapun, yang bisa berdampak kurang baik bagi tumbuh kembang mereka maupun potensi kejahatan digital,” papar Adam.

Lantas lebih berbahaya mana konten game atau interaksi antar pemain? ”Dalam game itu ada namanya game rating. Ada banyak faktor yang jadi pembobotan game itu bisa dimainkan di usia berapa. Faktor itu mempertimbangkan juga jenis konten, tipe interaksi antar pemain hingga mekanisme pengumpulan pribadi. Rating itu dibuat para ahli, termasuk ahli bidang tumbuh kembang anak. Jadi selama anak mengonsumsi game sesuai ratingnya, aman dimainkan anak-anak,” imbuhnya.

| Baca Juga : Potret Aktris ‘Squid Game 3’, Park Gyu Young untuk ELLE India

Adam juga menegaskan Roblox adalah user generated content. Yaitu konten-kontennya tidak dibuat Roblox melainkan penggunanya.

”Sejauh ini konten-konten di Roblox sudah dibuat dengan baik guideline-nya. Disesuaikan dengan kriteria usia. Termasuk konten-konten yang tidak boleh ada sama sekali di Roblox. Jadi menurut saya, konten yang berbahaya bagi anak adalah konten yang tidak ditujukan untuk anak tapi anak memiliki akses ke konten tersebut, karena lemahnya pengawasan.

Memilih Game yang Tepat untuk Anak

Roblox dianggap berbahaya oleh pemerintah. Lantas adakah panduan memilih game yang tepat untuk anak? Kembali dipaparkan Adam Ardisasmita, founder Arsanesia, bahwa setiap game sudah dibuat ratingnya.

Termasuk Roblox. Konten-konten di dalamnya pun sudah disesuaikan dengan umur. Apalagi dalam pembuatan game selalu melibatkan beberapa pakar. Salah satunya pakar tumbuh kembang anak.

”Jadi yang harus tetap jadi pedoman adalah literasi digital dalam keluarga, yaitu anak dan orangtua. Serta pengawasan orangtua terhadap aktivitas anak di dunia digital,” tutur Adam.

Orangtua harus melek teknologi dan punya komunikasi yang sehat dengan anak-anak. Orangtua juga wajib memiliki pemahaman tentang dunia yang saat ini sedang ngehit di era anak-anaknya. Sehingga setiap keputusan yang diambil memang berdasarkan pemahaman serta pertimbangan.

| Baca Juga : Pemain ‘Squid Game’, Jo Yuri Rilis Lagu Terbaru

Ketika orangtua melarang tanpa dasar dan penjelasan yang jelas, anak-anak justru penasaran.

”Karena pada dasarnya internet itu konsepnya open. Untuk mengakses sesuatu, bisa dengan berbagai cara. Contohnya Roblox di-block di Google Play, bisa juga diunduh di APK website lain. Kalau masih di-block juga, tetap banyak opsi experience sejenis lainnya untuk interaksi yang sama,” kata Adam.

Yang dibutuhkan di sini komunikasi yang sehat antara orangtua dan anak. ”Ketika anak mau download game atau app, harus approval orangtua. Orangtua harus mencoba terlebih dulu dan lihat apakah sesuai dengan kebijakan keluarga tersebut,” kata Adam lagi.

Adam juga menasihatkan agar orangtua mendampingi anak ketika bermain game. Jika mengarah ke hal negatif, harus diintervensi.

”Yang paling penting dalam mendidik anak di era digital ini adalah komunikasi yang terbangun antara orangtua dan anak. Sehingga anak selalu terbuka dan mau bercerita kepada orangtua. Jangan sampai digital seperti medsos, video atau game ini jadi pelarian anak karena tidak bahagia dengan orangtua,” ujar Adam.

”Jangan pula menjadikan digital content sebagai short cut kalau anak bosan, nangis atau butuh perhatian. Dengan komunikasi yang baik, apabila anak bertemu konten yang asing dan tidak sesuai kebijakan keluarga, harusnya anak bertanya kepada orangtua. Tapi itu hanya terjadi apabila hubungan anak dan orangtua bagus,”  paparnya. (*)

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |