Di balik tubuh yang tampak sehat, ada satu ancaman yang jarang terdengar namun sangat mematikan, yaitu kanker empedu. Penyakit ini merupakan salah satu jenis kanker paling agresif dan berisiko tinggi, namun masih belum banyak dikenal masyarakat luas.
Kanker empedu terjadi karena pertumbuhan sel abnormal dan tidak terkendali pada organ empedu. Terbagi dalam dua jenis, yaitu kanker kantong empedu (gallbladder cancer) dan kanker saluran empedu (cholangiocarcinoma).
Gallbladder cancer terjadi pada organ kecil yang menyimpan empedu untuk pencernaan dan menyalurkannya ke organ-organ saluran cerna dan sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal.
Hal ini menyebabkan diagnosis cenderung terlambat, ketika penyakit telah menyebar ke organ lain dan peluang kesembuhan semakin menurun.
| Baca Juga: Perjuangan Vidi Aldiano Lawan Kanker, Berat Badan Turun 10 Kg
Sementara itu, Cholangiocarcinoma terjadi pada saluran empedu, yaitu tabung-tipis yang menghubungkan hati, kantong empedu, dan usus kecil.
Kanker saluran empedu dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan lokasinya: perihilar (di dekat persimpangan saluran empedu), distal (di dekat usus kecil), dan intrahepatik (di dalam hati), di mana sebanyak 15-20% penyebab dari kanker hati disebabkan oleh kanker saluran empedu (Cholangiocarcinoma ) intrahepatik.
Menurut data GLOBOCAN 2022, ditemukan 627 kasus baru kanker kantong empedu di seluruh dunia setiap tahunnya dengan angka kematian 432 jiwa. Sementara itu, diperkirakan sekitar 3.570 kasus baru kanker pada saluran empedu (~15% dari kanker hati) diperkirakan terjadi setiap tahunnya.
Kenali Gejala dan Faktor Risiko Kanker Empedu
Prof. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked., FINASIM, FACP, mengungkapkan bahwa gejala awal kerap disalahartikan atau tidak disadari.
Gejala tersebut meliputi nyeri di perut kanan atas, penyakit kuning, urin gelap, tinja pucat, mual, penurunan berat badan tanpa sebab, hingga gatal-gatal.
Pada tahap awal, nyeri bisa tidak terasa, namun akan muncul seiring dengan membesarnya tumor yang menekan saraf di sekitar organ.
| Baca Juga: 4 Artis Ini Setia Dampingi Suami Berjuang Lawan Kanker
Jika tumor semakin besar hingga menyumbat saluran empedu, bilirubin akan menumpuk dalam darah, menyebabkan perubahan warna kulit dan mata menjadi kuning serta menimbulkan rasa gatal.
Sumbatan ini juga bisa menyebabkan infeksi, demam, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan drastis karena terganggunya penyerapan lemak.
“Banyak pasien datang dengan keluhan nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri ini timbul karena tekanan dari tumor pada area sekitarnya,” jelas Prof. Ikhwan dalam diskusi tentang ‘Mengenal, Mencegah dan Menangani Kanker Saluran Empedu’ di kantor pusat Astrazaneca Indonesia, Jakarta, baru-baru ini.
Ia mengatakan bahwa stadium awal kanker empedu sering tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga banyak pasien baru menyadari setelah penyakit berkembang lebih lanjut.
Adapun faktor risikonya meliputi batu empedu, infeksi parasit, kelainan saluran empedu, penyakit hati kronis seperti sirosis dan hepatitis, usia lanjut, obesitas, riwayat keluarga, serta paparan bahan kimia tertentu.
“Penting untuk dipahami bahwa memiliki satu atau lebih faktor risiko bukan berarti pasti terkena kanker, namun kewaspadaan dan pemeriksaan rutin sangat disarankan,” ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
| Baca Juga: Jessie J Rindu Peran Jadi Ibu di Tengah Pemulihan Pasca Operasi Kanker
Deteksi Dini dan Penanganan Multidisiplin
Deteksi dini merupakan kunci. Pemeriksaan seperti USG, CT scan, MRI, dan tes fungsi hati dapat membantu mendeteksi secara akurat sebelum kanker berkembang lebih jauh.
Mengenai penanganan kanker empedu, Prof. Ikhwan menuturkan bahwa prosesnya sangat kompleks dan memerlukan pendekatan tim multidisiplin (MDT). Tim ini terdiri dari berbagai tenaga medis seperti spesialis hati (hepatolog), onkolog, ahli bedah, radiolog, patolog, hingga nurse navigator, agar terapi dapat berjalan secara menyeluruh dan terkoordinasi.
“Setiap langkah penanganan, mulai dari diagnosis, tindakan bedah, pemberian obat, hingga pemantauan pascaterapi, melibatkan kerja sama tim medis dari berbagai disiplin,” ungkapnya.
Untuk mendeteksi kanker empedu, pemeriksaan seperti USG, CT scan, MRI, serta tes fungsi hati sangat membantu dalam menilai kondisi sebelum kanker berkembang lebih parah.
Ia juga menambahkan bahwa saat ini dunia medis telah memasuki era inovatif dalam penanganan kanker. Kombinasi imunoterapi dan kemoterapi telah mulai digunakan di Indonesia dan menunjukkan hasil yang menjanjikan bagi pasien kanker empedu stadium lanjut.
“Penggabungan imunoterapi dengan kemoterapi bisa memperkuat sistem kekebalan tubuh sekaligus menyerang sel kanker secara langsung. Ini menjadi harapan baru dalam memperpanjang usia harapan hidup pasien,” ujarnya.
| Baca Juga: Idap Kanker Usus Stadium 4, Influencer Amerika Umumkan Kematiannya Sendiri
Terobosan Pengobatan dengan Imunoterapi
Terapi kanker kini telah memasuki era inovasi. Di Indonesia, pengobatan berbasis kombinasi imunoterapi dengan kemoterapi telah tersedia dan menunjukkan hasil menjanjikan.
Kombinasi ini memperkuat sistem imun sekaligus menyerang sel kanker secara langsung, membuka harapan baru bagi pasien stadium lanjut. “Terapi ini menjadi salah satu opsi yang menjanjikan dalam meningkatkan kelangsungan hidup pasien,” kata Prof. Ikhwan.
Esra Erkomay menambahkan, “Kami percaya setiap pasien berhak atas pengobatan terbaik, termasuk terapi inovatif yang terbukti secara ilmiah. Melalui kemitraan erat dengan tenaga kesehatan, komunitas, dan regulator, kami akan terus mendorong akses yang lebih luas terhadap terapi berkualitas tinggi.”
Dengan kolaborasi lintas sektor, edukasi berkelanjutan, dan pemanfaatan teknologi medis terkini, diharapkan perjalanan pasien kanker empedu di Indonesia menjadi lebih terang. Saatnya masyarakat memahami risikonya dan mengambil tindakan proaktif, karena langkah kecil hari ini dapat menyelamatkan hidup esok hari. (*)