Isu pembagian royalti di industri musik kembali menjadi sorotan. Ketimpangan dalam distribusi hak cipta antara penyanyi dan pencipta lagu dinilai masih terjadi, dan kini mendorong para pelaku industri untuk duduk bersama mencari solusi.
Cholil Mahmud, vokalis sekaligus pencipta lagu dari band Efek Rumah Kaca, menilai polemik itu mencuat karena adanya tokoh-tokoh berpengaruh yang menyuarakan keresahan mereka di ruang publik soal ketidakadilan pembagian royalti.
“Jadi pencipta lagu merasa tak mendapat royalti yang adil. Sampai akhirnya muncul usulan agar pembayaran dilakukan secara langsung,” ujar Cholil saat ditemui dalam diskusi Indonesia Music Summit (IMUST) 2025 di kawasan Antasari, Jakarta Selatan, Kamis (10/7/2025).
| Baca Juga: Gratis Tanpa Bayar Royalti, 2 Penyanyi Ini Izinkan Lagunya Di-cover
Menurutnya, isu itu menjadi penting karena menyangkut keberlangsungan ekosistem musik Indonesia. Ia menyoroti kurangnya transparansi dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam mendistribusikan royalti, yang menurutnya menjadi pemicu utama keresahan banyak pencipta lagu.
Meski demikian, Cholil percaya bahwa polemik ini bukan akhir dari segalanya. Justru sebaliknya, ini bisa menjadi pintu masuk untuk pembenahan menyeluruh, selama semua pihak mau duduk bersama mencari solusi.
“Menurut saya, Indonesia Music Summit bisa jadi momentum penting. Mereka sudah menyiapkan ruang dialog dan solusi untuk menyelesaikan polemik ini,” tegasnya.
Senada dengan Cholil, Dhani ‘Pette’ Widjanarko, Founder Sashana Indonesia sekaligus Project Director IMUST 2025, juga menegaskan bahwa sudah saatnya industri musik Indonesia berbenah, dimulai dari membangun sistem yang melindungi hak-hak para kreator.
“Kami ingin membangun struktur industri yang kokoh. Di mana hak para pencipta dan musisi terlindungi, dan setiap karya mendapat apresiasi ekonomi yang layak,” ujar Dhani.
| Baca Juga: Singgung Ariel Noah, Ahmad Dhani Sebut Royalti Mendiang Titiek Puspa Belum Dibayar
Dengan pengalamannya selama 22 tahun mengelola grup musik GIGI, Dhani menyadari betul pentingnya menciptakan wadah dialog yang sehat.
Untuk itu, ajang Indonesia Music Summit (IMUST) 2025 yang akan digelar Oktober mendatang di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, dipersiapkan sebagai forum lintas sektor.
“Partisipasi aktif dari pemerintah sangat krusial. Masukan yang muncul selama IMUST akan kami ajukan sebagai kebijakan nyata, termasuk insentif untuk musisi dan pencipta lagu,” jelas Dhani.
Di tengah tantangan lama seperti pembajakan dan lemahnya sistem pengumpulan royalti, perkembangan teknologi justru memberikan peluang besar.
| Baca Juga: Lee Seung Gi Menang Gugatan Royalti Terhadap Eks Agensi
Menurut laporan Omdia pada Juni 2025, pendapatan musik rekaman di Indonesia naik 12,7 persen sepanjang 2024, mencapai USD 127,4 juta, dan diproyeksikan terus melonjak hingga USD 204,6 juta pada 2029.
Namun, pertumbuhan tersebut harus diimbangi dengan pembenahan sistem agar nilai ekonomi musik benar-benar dinikmati oleh mereka yang berkarya, bukan hanya oleh perantara industri.
“Transformasi ini tidak hanya akan mendatangkan manfaat ekonomi, tapi juga akan memperkaya budaya musik dan membuka jalan lebih luas bagi musisi Indonesia di kancah internasional,” tutup Dhani penuh harap. (*)