Rip current menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan laut di Pantai Drini Gunung Kidul yang menimpa 13 siswa SMPN 7 Mojokerto. Belasan pelajar itu terseret ombak ke laut hingga tenggelam, empat di antaranya ditemukan tewas.
Peneliti Pusat Studi Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Wahyudi Citrosiswoyo, menjelaskan arus Rip merupakan aliran air yang bergerak ke laut lepas, berlawanan arah dengan datangnya gelombang.
Biasanya, terbentuk saat ombak menciptakan feeder current atau arus umpan yang terakumulasi di satu titik dan langsung meluncur ke tengah berkecepatan tinggi.
| Baca Juga : Belasan Siswa SMPN 7 Mojokerto Terseret Ombak di Pantai Drini Gunungkidul
Kecepatan Rip Current sebenarnya bervariasi tergantung kondisi gelombang, pasang surut, dan bentuk pantai. Namun, tidak menutup kemungkinan kecepatan rip current melebihi 2 meter per detik.
“Aliran yang paling cepat justru di permukaan, tapi semakin ke arah laut kecepatannya nol. Jadi semisal ada orang melawan arus itu lama-lama kecapean, sekalipun perenang juara Olimpiade,” kata Wahyudi saat ditemui Nyata di rumahnya, Kamis (30/1/2025).
Saat terbawa arus, korban kerap panik dan berusaha berenang langsung ke pantai. Namun, Wahyudi menyarankan agar berenang ke samping untuk keluar dari jalur arus, baru berenang kembali ke tepian.
| Baca Juga : Tragis, Balita di Jakarta Tewas Tercebur dalam Ember Kamar Mandi
Dalam kasus belasan siswa SMPN Mojokerto ini, pria berusia 65 tahun tersebut menyoroti adanya ketidakpahaman korban terkait arus Rip. Sehingga mereka langsung menceburkan diri, padahal sangat berbahaya.
“Oleh karena itu perlu hati-hati dan patuhi rambu peringatan. Airnya memang kelihatan tenang, tidak ada buih, tak ada ombak besar yang pecah, kelihatannya aman, padahal sangat berbahaya,” tutur Dosen di program studi Teknik Lepas Pantai Departemen Teknik Kelautan ITS Surabaya itu.
| Baca Juga : Oshima Yukari Korban Kebakaran Glodok Dimakamkan, Ibu: Allah Lebih Sayang
Lebih lanjut, Wahyudi mengatakan upaya mitigasi harus dilakukan. Selain memasang rambu peringata, memberikan pengetahuan kepada semua pihak tentang Arus Rip juga penting agar peristiwa serupa tak terjadi lagi.
“Masalahnya Rip Current itu tidak masuk di undang-undang penanggulangan bencana. Saya berharap itu dimasukkan agar pemerintah daerah bisa menyisihkan anggarannya untuk mitigasi karena ada dasar hukumnya,” ujarnya. (*)