Curhat Ibunda Pratama, Mahasiswa Unila Tewas Disiksa Senior

3 months ago 33

Pratama Wijaya Kusuma tewas setelah menjadi korban kekerasan senior saat mengikuti Mapala Mehepel, Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila).

Ibunya, Wirna Wirni masih mengingat jelas permintaan putra sulungnya yang akrab dipanggil Odo itu, yang memaksa ingin ikut mendaki dan menjelajah hutan belantara.

“Saya menolak, karena kalau hanya mau naik gunung, setiap hari sudah dilakukan. Perjalanan ke kampus atau ke kota, selalu naik turun gunung,” kisah Wirna kepada Nyata.

“Dia ngambek dua hari, bilang, ’Ma, Odo sudah gede, nggak usah dikekang terus’. Dia kepengin banget, saya jadi nggak bisa tidur,” lanjutnya.

| Baca Juga : Demi Anak, Nyawa Melayang: Kisah Korban Longsor Tambang Batu Cirebon

Wirna akhirnya memberi izin. Dan itulah kali terakhir ia melihat Odo yang ceria. Karena setelah pendakian yang dilangsungkan pada 11 hingga 14 November 2024, semua berubah.

Odo setiap hari kesakitan dan ketakutan. Hingga akhirnya selang enam bulan kemudian, dia meninggal dunia di usia 19 tahun.

Selama putranya mengikuti pendakian, Wirna berulang kali mencoba menghubungi. Tapi tidak mendapatkan jawaban karena ternyata seluruh HP milik peserta harus dikumpulkan.

Hingga akhirnya di hari terakhir, Odo menelepon ibunya, sekitar pukul 22.20 WIB. Ia minta dijemput ke titik yang sudah ditentukan di sekitar kampus.

| Baca Juga : Astrid Ika Paramitha Temukan Melon Hitam Pertama di Dunia

Dengan perasaan gembira, Wirna menjemput menggunakan motor. Namun ia curiga titik jemputnya di tempat remang-remang. Dia menemukan putranya dalam kondisi lemas tak berdaya. ”Ma, Odo di sini,” ucap Wirna mengenang saat penjemputan.

Odo ditemani dua orang perempuan (senior). Keduanya menyapa dan mencium tangan Wirna. Kepada kedua perempuan itu, ia menanyakan apa yang terjadi, mengapa anaknya lemas seperti mau pingsan.

Keduanya hanya mengatakan, luka di tubuh Pratama sudah diobati. Perkataan yang membuat wanita berusia 40 tahun itu terkejut. Kenapa putranya bisa terluka?

Wirna langsung memeluk tubuh anaknya yang terlihat mengigil. ”Saya peluk, saya cium, saya tanya Odo apa yang terjadi,” kata Wirna. Putranya tak menjawab, hanya berkata, ”Ma ayo cepat pulang”.

| Baca Juga : Firasat Para Keluarga Korban Tewas Longsor Tambang di Cirebon

Setibanya di rumah, Wirna melihat banyak lebam di tubuh putranya. Ada bekas luka di leher, memar yang membiru di perut dan dada, luka di tangan dan kaki.

 Dok. NyataLuka-luka di tubuh Odo. Foto: Dok. Nyata

Dengan suara ketakutan, Odo menceritakan, selama mengikuti Mahepel, ia dan teman-temannya mengalami kekerasan fisik dari senior. Dipukul, ditonjok, ditendang dan sebagainya. Bahkan, dipaksa makan lumpur.

Wirna sebenarnya ingin membawa Odo ke rumah sakit untuk visum dan berobat, tapi si anak menolak karena mendapat ancaman “dibunuh” oleh seniornya.

Sebagai gantinya, Wirna mendatangi kampus. Ia ingin menanyakan mengapa anaknya dianiaya dalam diksar pecinta alam itu.

Sayangnya upaya itu kembali dicegah putranya. ”Mama jangan cerita-cerita nanti aku diancam. Nanti aku diincar mau dibunuh,” ujar Wirna menirukan ucapan Odo.

| Baca Juga : Haji Tertua 2025, Nabung Rp30 Ribu Selama Bertahun-tahun

Karena kondisi tubuhnya yang semakin parah, tangan hingga kaki kiri mulai kaku, Odo akhirnya dibawa ke rumah sakit. Dia sempat berobat ke RBI Puskesmas Raja Basa, Lampung, namun dirujuk ke Rumah Sakit Bintang Amin.

Ketika ditanya dokter apa yang terjadi, Odo meminta mamanya tidak menceritakan yang sebenarnya dialami. Akhirnya, Wirna terpaksa berbohong, mengatakan anaknya jatuh di depan rumah.

”Hasil pemeriksaan, kata dokter anakku ada gumpalan darah kepala dan ada cairan tidak lancar harus segera operasi,” ungkap Wirna.

Wirna berharap pasca operasi putranya berhasil. Namun takdir menentukan berbeda, ia tak tertolong. Saat ini, ia bersama suami, Aqori berjuang untuk mendapatkan keadilan. (*)

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |