Marissa Nasution merupakan salah seorang selebriti Indonesia yang memutuskan tinggal di luar negeri, tepatnya di Singapura. Meninggalkan dunia keartisan sempat membuatnya mengalami krisis identitas.
Dia menceritakan, awalnya hal tersebut terasa mudah diputuskan. Dengan pertimbangan hamil besar dan tidak mau menjalin hubungan jarak jauh dengan suami, dia pun pindah pada 2018.
“Menurut aku, waktu itu adalah keputusan yang mudah untuk diambil sebenarnya,” akunya, sebagaimana dilansir dari podcast YouTube Melaney Ricardo, Kamis (19/6/2025).
“Waktu itu setelah 12 tahun di dunia hiburan, aku berpikir kalau sudah saatnya untuk istirahat sebentar,” lanjutnya.
| Baca Juga: Gaya Keluarga Marissa Nasution Jadi Tokoh The Addams Family
Tidak hanya untuk beristirahat, wanita 39 tahun itu juga ingin menikmati waktunya sebagai ibu baru.
Namun pandemi Covid-19 tiba-tiba saja datang, bertepatan dengan kehamilan ke dua. Marissa pun mulai mempertanyakan keputusannya dulu.
“Setelah itu aku merasakan, kalau seandainya aku nggak bisa balik lagi ke Indonesia, aku akan jadi apa? Aku siapa?” ujarnya.
Dia mulai mengalami krisis identitas. Dari yang awalnya seorang public figure di Indonesia, tiba-tiba menjadi bukan siapa-siapa di negara asing.
“Jadi aku mulai berpikir, apa yang sebenarnya ingin aku lakukan di kehidupanku setelah ini, apa yang sebenarnya ingin aku kejar dan coba,” ungkapnya.
Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya Marissa Nasution memutuskan untuk kembali berkuliah. Dulu, dia sempat kuliah jurusan bisnis di Jerman, tapi hanya setahun.
“Aku bilang ke suami kalau dari dulu ingin kuliah psikologi. Dan suami bilang, ‘Oke kenapa nggak sekarang?’,” ujarnya.
| Baca Juga: Anak Alami Luka Bakar, Ini yang Dilakukan Marissa Nasution
Kembali kuliah S1 di usia yang tak lagi muda bukan menjadi hambatan bagi pemain film ‘Serendipity’ itu. Dia justru merasa senang karenanya.
“Aku sangat menikmatinya karena aku sekarang sudah sangat dewasa. Kan kalau kita masih 20 atau 21, kita belum tentu akan enjoy untuk belajar karena belum punya banyak pengalaman,” ungkapnya.
Gelar sarjana psikologinya tak hanya menjadi pajangan saja. Marissa kini merupakan seorang psikolog aktif di Singapura. (*)