Jakarta, CNN Indonesia --
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memutuskan walk out (WO) dari audiensi yang dilakukan dengan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian di PTIK, pada Rabu (19/11) hari ini.
Refly mulanya mengaku menghubungi secara langsung Jimly Asshidiqie selaku Ketua Komisi dan meminta untuk dilakukan audiensi secara resmi.
Ia mengaku tidak memasukkan nama Roy Suryo, Tifauziah Tyassuma dan Rismon Hasiholan Sianipar dalam peserta audiensi tersebut. Akan tetapi, Refly mengklaim telah memberitahu Jimly dan diberi persetujuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bilang sama Pak Jimly 'Bisa enggak RRT (Roy, Rismon, dan Tifa) ikut?' karena Asbabun Nuzul-nya kan soal kasus mereka sejujurnya. Katanya 'Silakan, kamu yang nentukan'. Ya, ajak-ajak yang lainnya terserah. Ya sudah, akhirnya (diundang)" jelasnya.
Sehari sebelumnya audiensi, Refly kemudian mengaku dihubungi dan diberitahu jika Roy, Tifa, dan Rismon tidak bisa ikut dalam audiensi karena statusnya sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu terhadap Presiden RI ke-7 Joko Widodo.
Setelahnya, Refly mengaku tidak memberikan informasi soal kehadiran Roy Suryo Cs dalam acara audiensi itu. Sebab, menurutnya, audiensi ini bisa menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi terkait dugaan kriminalisasi Roy Suryo dkk.
"Ketika datang, tentu kaget Pak Jimly. Saya mohon maaf untuk itu ya. Kalau memang didengar Pak Jimly, saya mohon maaf. Lalu, rupanya dikasih pilihan. Apakah keluar atau duduk di belakang," imbuhnya.
Refly menyebut karena hanya diberikan dua pilihan itu, pihaknya memutuskan untuk keluar dan tidak melanjutkan audiensi.
Sementara itu di lokasi yang sama, Roy mengaku memilih keluar lantaran merasa sia-sia jika hanya bisa mengikuti audiensi tanpa diberikan kesempatan berbicara.
"Jadi kami keluar itu karena WO ya kami walkout, kami memutuskan bahwa kami keluar. Kami diberi kesempatan untuk duduk di dalam. Tapi ya kami menyatakan kami bersikap kami keluar," tuturnya.
Di sisi lain, Rismon mengaku kecewa kepada jajaran Komisi Percepatan Reformasi Polri karena tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapat soal kasus yang sedang menjeratnya. Apalagi, status hukumnya dalam kasus itu masih tersangka dan belum terpidana.
"Saya merasa dibungkam. Masih tersangka saja tidak boleh menyuarakan aspirasinya apalagi terpidana. Dan ingat Prof. Jimly kalau kami meneliti dan kami mengedit kami memanipulasi tidak mungkin kami publikasi dalam sebuah buku. Manipulasi yang jahat itu, itu di ruang gelap bukan di ruang terang," tuturnya.
(tfq/dal)

1 hour ago
2
















































