Selasa malam, 22 Juli 2025, merupakan malam yang dinanti bagi anak-anak penyandang tunanetra ganda di Yayasan Rawinala. Bertempat di The Ballroom Djakarta Theatre, mereka menggelar musikal bertajuk ‘Cahaya Hati’.
Lebih dari sekadar pertunjukan seni, ‘Cahaya Hati’ adalah wujud nyata kepedulian bagi anak-anak penyandang tunanetra ganda, yaitu mereka yang mengalami gangguan penglihatan disertai disabilitas lain, seperti gangguan pendengaran, intelektual, atau fisik.
Dalam kegelapan, bahkan seberkas cahaya mampu menunjukkan jalan.
Itulah semangat yang dibawa ‘Cahaya Hati’. Malam itu, 950 tamu undangan hadir memenuhi pertunjukan. Sebanyak 250 orang terlibat dalam megahnya penampilan musikal itu.
| Baca Juga: Olga Lydia Angkat Realita Pahit Cinta Lewat Drama Musikal
Poppy Hayono Isman, yang bertindak sebagai direktur kreatif, menjelaskan bagaimana konsep pertunjukan ini lahir dari lagu-lagu yang menyentuh dan narasi yang penuh makna.
“Awalnya saya memilih dari lagu-lagu yang saya sukai, yang liriknya menarik untuk sebuah penggalangan dana bagi sebuah yayasan. Lirik lagunya yang menyentuh hati. Pertunjukan ini juga diisi secara kreatif dan edukatif, misalnya melalui narasi… Saya pikir, narasi itu penting, mau hanya semenit atau tiga empat kata tapi sesuatu yang diungkapkan. Itu akhirnya menjadi satu konsep,” ungkap Poppy.

Anak-anak Rawinala sukses menghipnotis para undangan yang hadir dengan penampilan bakat mereka yang memukau. Meski memiliki keterbatasan, anak-anak dan alumni Rawinala tampil dengan percaya diri, memperlihatkan kemahirannya, mulai dari puisi, menyanyi, dan bermain alat musik.
Salah satu sosok inspiratif adalah Michael Anthony Kwok, pianis tunanetra ganda yang juga menyandang autisme, serta pernah menimba ilmu di Rawinala.
Kemampuan luar biasanya membawanya hingga ke panggung prestisius Sydney Opera House, tempat ia menggelar resital piano tunggal. Di pagelaran musikal kali ini, Michael Kwok memainkan lagu Heal The World.
| Baca Juga: Debut Film Musikal, Sita Nursanti Tantang Diri Bernyanyi Tanpa Lipsync
Begitu juga Louis Bertrand, alumni Yayasan Rawinala, yang membawakan beberapa lagu dengan merdu, seperti ‘I Have A Dream’.
Selain dari anak-anak Rawinala, ‘Cahaya Hati’ juga menggandeng penampil lainnya dari berbagai latar belakang dan lintas usia, yang berkontribusi demi suksesnya pagelaran tersebut.
Tuti Widiastuti Suharto, manajer produksi pertunjukan Cahaya Hati, mengatakan, “Pergelaran ini terdiri atas 10 babak. Istimewanya para penampilnya bukan profesional dalam seni suara, tapi mereka senang bernyanyi dan bisa menyanyi. Mereka ada rasa empati, ingin berbagi melalui seni.”

Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala telah menjadi tempat pembelajaran holistik bagi anak-anak dengan tunanetra ganda—mereka yang tak hanya kehilangan penglihatan, tetapi menghadapi lebih dari satu keterbatasan.
Dengan pendekatan berbasis kasih sayang dan inklusi, setiap anak diajar berkomunikasi, berkreasi, dan menemukan cara mereka sendiri untuk bersinar dan mandiri.
| Baca Juga: Petualangan Sherina Kembali Diproduksi dalam Pertunjukan Musikal
Endang Hoyaranda, Ketua Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala sekaligus Ketua Panitia Pergelaran Cahaya Hati, menyampaikan, “Melalui pergelaran musikal Cahaya Hati, kita telah melihat bukti bahwa kepedulian bisa mengubah hidup. Cahaya Hati adalah tentang keberanian anak-anak Rawinala, dan tentang tekad kita semua untuk memberi ruang bagi mereka tumbuh dan bermimpi.”
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa hasil dari penggalangan dana malam ini akan dimanfaatkan untuk membangun Sekolah Musik untuk Anak Berkebutuhan Khusus, serta mengembangkan Sheltered Workshop sebagai wadah pemberdayaan bagi murid setelah mereka lulus.
“Setiap kontribusi malam ini adalah investasi bagi masa depan anak-anak luar biasa ini,” ujar Endang Hoyaranda. (*)