Menjelajah ’Pabrik’ Lontong Rumahan di Surabaya

1 week ago 10

H ampir semua orang di Indonesia tentu tahu lontong. Bentuk lain dari nasi, yang dikukus dalam daun pisang yang sudah dibentuk menjadi tabung. Rasanya khas, beda dari nasi biasa.

Lontong sangat pas dimakan sebagai teman opor atau sate. Lontong juga jadi hidangan. Seperti lontong sayur, lontong cap gomeh, kupang lontong, lontong balap dan sebagainya.

Sayangnya memasak lontong butuh kesabaran. Sebab proses perebusan atau pengukusannya yang lama. Sehingga banyak orang enggan melakukannya. Sementara kebutuhan akan lontong sangat tinggi. Karenanya lebih baik membeli lontong yang sudah jadi.

Dan di Surabaya ada kampung yang mayoritas warganya membuat lontong. Terletak di Jalan Banyu Urip Lor X, Kupang Krajan, Sawahan, Surabaya. Kampung Lontong ini pun melengkapi kampung tematik yang ada di Surabaya. Setelah Kampung Lumpia di Tambaksari (edisi 2802), Kampung Kue di Rungkut (edisi 2798) dan Kampung Semanggi di Benowo (edisi 2798).

| Baca Juga : Sulap Gulma Jadi Barang Berharga, Pasutri Surabaya Ingin Buat Kampung Eceng Gondok

 Banyak Kunjungan

Kampung lontong ini eksis sejak tahun 2009. Tidak hanya sebagai pusat produksi lontong, kawasan ini menjelma jadi destinasi wisata edukasi. Di sana, pengunjung bisa belajar langsung proses pembuatan lontong hingga mengenal sejarahnya. Bahkan lokasi itu juga kerap didatangi mahasiswa dari berbagai kampus untuk melakukan penelitian.

Mencari keberadaan Kampung Lontong di peta mungkin terasa mudah, namun kenyataannya tidak semudah itu. Kawasan ini memang layak menyandang predikat hidden gem.

Sebab untuk mencapai ke sana, harus menyusuri gang-gang sempit dan berliku di tengah pemukiman padat penduduk. Aksesnya pun terbatas, hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor.

Sore itu saat Nyata bertandang, sejumlah rumah ramai dengan aktivitas. Terlihat wanita dan pria paruh baya sibuk bekerja. Ada yang fokus mencetak dan mengisi selongsong lontong dengan beras.

| Baca Juga : Demi Air Bersih, Miss Indonesia 2024 Nginap di Kampung Ciseke

Sementara di sisi lain, beberapa pria dengan cekatan menata lontong-lontong itu ke dalam panci-panci besar untuk direbus. Aroma wangi daun pisang pun direbus tercium dari pusat-pusat produksi lontong yang tersebar di RW 2, RW 6 dan RW 7.

 Jutaan Rupiah Per Hari

Sejak enam tahun lalu, secara perlahan, warga setempat mulai memproduksi lontong. Kini sekitar 64 kepala keluarga (KK) menggantungkan hidup mereka dari lontong. Ribuan lontong dihasilkan dalam sehari dan omzetnya menembus jutaan rupiah per hari.

Cikal bakal kampung lontong ini dari pasangan suami istri, alm. Tanjih dan almh. Ramiah. Keduanya merintis usaha lontong ini mulai tahun 1970-an. Awalnya mereka pengusaha tempe yang sukses di tahun 1960-an. Bahkan sempat memberdayakan warga sekitar di Banyu Urip Lor X sebagai perajin tempe.

Namun tahun 1970-an, produksi tempe mengalami penurunan yang signifikan. Ramiah mengambil langkah strategis dengan beralih ke produksi lontong. Dia melihat adanya peluang yang lebih besar dalam industri itu. Terbukti permintaan meningkat pesat.

| Baca Juga : Potret Chelsea Olivia Pulang Kampung Setelah 9 Tahun Demi Ultah Ayah

”Ibu beralih ke lontong, padahal waktu itu belum pernah bikin apalagi tahu resepnya. Namun karena kebutuhan, ibu saya berani ambil langkah,” kata Muhammad Yunus, anak ke tiga alm. Tanjih dan almh. Ramiah itu, Kamis (17/7).

Sejak 1980-an

Tahun 1980-an, pasutri itu memulai usaha. Berbekal ilmu yang didapat secara otodidak dan modal seadanya, Ramiah mengajak suami merintis usaha lontong itu.

”Lontong-lontong itu dijual ke Pasar Banyu Urip deket sini. Selalu habis dan laris banget. Bahkan sampai banyak yang jadi pelanggan. Anak-anaknya ikut bantu. Tiap pulang sekolah, saya dan kakak-kakak keliling pasar buat beli daun pisang,” kata Yunus, sapaan akrabnya.

Lambat laun usaha yang dirintis itu berkembang pesat. Ramiah dan Tanjih tidak hanya fokus pada bisnis, tapi juga punya kepedulian sosial tinggi. Mereka mulai merekrut warga sekitar yang menganggur untuk menjadi karyawan.

| Baca Juga : Tradisi Sambut Tahun Baru Imlek di Kampung Pecinan Surabaya

”Warga di sini yang masih menganggur diajak ibu untuk bekerja membuat lontong. Kalau nggak bisa diajarin caranya terlebih dulu. Waktu itu banyak yang direkrut,” kata pria yang juga penanggung jawab paguyuban Kampung Lontong Surabaya itu.

Dengan tekun warga belajar setiap detail pembuatan lontong. Dari meramu hingga mengemas. Mereka menyerap ilmu dari pasutri itu. Namun seiring waktu, warga yang semula bekerja pada Ramiah memilih keluar dan memulai bisnis mereka sendiri.

Tidak heran, di Banyu Urip Lor X banyak bermunculan rumah produksi lontong. Setiap rumah tangga punya cara dan resep khas masing-masing, yang itu membuat variasi lontong semakin beragam dan menarik. (*) 

Baca kisah selengkapnya di Tabloid Nyata Cetak edisi 2818 Minggu ke II Agustus 2025

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |