I. Ketika Pangkat Merenggut Persahabatan: Erosi Imparsialitas
Lembaga pendidikan adalah jantung komunitas, tempat kolaborasi selayaknya tumbuh subur. Namun, fondasi kolaborasi itu seringkali rapuh, terutama saat terjadi pergantian estafet kepemimpinan dari sesama rekan kerja. Kasus seorang Kepala Sekolah yang dahulunya adalah teman sejawat, namun kini berubah drastis menjadi sosok otoriter, kaku, dan sarat subjektivitas, adalah studi kasus tragis tentang kegagalan transisi peran. Ia gagal beralih dari posisi “primus inter pares” (yang utama di antara sesama) menjadi manajer yang adil dan netral. Otoritas baru ini justru ditandai dengan penciptaan lingkaran dalam dan kebijakan yang diskriminatif, di mana aturan seolah memiliki pengecualian berdasarkan kedekatan. Iklim kerja pun berubah, dari kehangatan menjadi kecurigaan, sebab rasa aman kini hanyalah privilege bagi yang loyal, sementara mereka yang berani menyuarakan kritik seketika dicap sebagai “pesakitan” yang harus dipersulit.
II. Gagal Kelola: Dampak Emosional dari Climate Konflik Toksik
Gaya kepemimpinan yang memprioritaskan kontrol ketat dan pemihakan personal, bukannya membangun kinerja, justru melahirkan lingkungan yang oleh para ahli disebut conflict climate yang toksik. Studi menunjukkan, seperti temuan Lestari & Putra (2021) tentang dampak negatif kepemimpinan otoriter terhadap motivasi staf, energi guru terkuras untuk mengamankan posisi, bukan untuk mengajar. Dalam suasana ini, manajemen konflik tradisional pun lumpuh. Kepala Sekolah tidak menggunakan gaya kolaboratif atau kompromi yang seyogyanya diterapkan (Thomas & Kilmann, 1974, dikutip dalam Nurdiana, 2023), melainkan gaya kompetitif yang represif—menghukum perbedaan pendapat. Akibatnya, konflik yang seharusnya menjadi katalisator perbaikan sistem (Edy & Sutama, 2015), justru dipendam dalam kebisuan yang mencekam (quiet quitting), menciptakan jurang emosional yang lebar antara kelompok ‘insider’ yang nyaman dan kelompok ‘outsider’ yang tertekan.
III. Rekonstruksi Kepercayaan: Menata Ulang Keadilan Prosedural
Untuk meredakan ketegangan yang disebabkan oleh subjektivitas kepemimpinan, sekolah harus segera merekonstruksi trust dan dignity guru melalui kerangka pengelolaan konflik yang humanis dan terstruktur. Langkah pertama adalah pemulihan imparsialitas keadilan dalam setiap aspek manajerial, dari distribusi beban kerja hingga promosi. Kepala sekolah perlu didorong untuk menumbuhkan kompetensi manajerial yang berlandaskan empati, yang diwujudkan melalui dialog terbuka, mediasi yang transparan, dan sistem penghargaan yang murni didasarkan pada profesionalisme. Idealnya, dibentuk pula tim mediasi independen yang melibatkan perwakilan guru senior dan komite sekolah. Tim ini berfungsi sebagai jaring pengaman, memastikan setiap sengketa ditangani melalui prosedur yang adil dan terdokumentasi, sekaligus memulihkan psychological safety bagi seluruh sivitas akademik.
IV. Epilog Konflik Dingin: Realitas yang Jarang Ada Solusi
Sayangnya, betapapun indahnya rekomendasi struktural, realitas di lapangan sering kali menawarkan babak penutup yang pahit. Dalam pertarungan vertikal antara otoritas Kepala Sekolah yang kuat melawan guru-guru yang bersuara lantang, penyelesaian yang elegan jarang ditemukan. Kekuatan struktural pemimpin acap kali terlalu dominan untuk dihadapi tanpa risiko karier. Alih-alih mereda, yang tersisa adalah konflik dingin yang mencekam—ketegangan yang terinternalisasi dan tertutup rapat oleh formalitas. Banyak guru yang terperangkap dalam lingkungan kerja toxic ini terpaksa menghabiskan waktu, kadang hingga masa pensiun tiba, sambil “menunggu masa jabatan sang pemimpin berakhir” atau memilih jalan keluar tunggal: mengajukan mutasi ke sekolah lain. Ironisnya, konflik yang merusak iklim sekolah ini baru benar-benar mereda bukan karena keberhasilan manajemen konflik, melainkan karena perpisahan salah satu pihak. Realitas ini menegaskan kegagalan sistem pengawasan dalam memastikan bahwa energi kolektif sekolah tetap berfokus pada misi utama pendidikan, alih-alih terperosok dalam drama politik internal.

Author: Desy Lestari

17 hours ago
4

















































