Panggung JF3 Fashion Festival 2025 kembali menjadi arena di mana mode melampaui batas geografis dan artistik. Salah satu momen paling menonjol tahun ini adalah parade hasil kolaborasi lintas negara antara PINTU Incubator dari Indonesia dan École Duperré Paris, salah satu institusi desain ternama dari Prancis.
Kolaborasi ini memunculkan koleksi yang berani, eksperimental, dan futuristik, sebuah perayaan kreativitas lintas budaya yang sarat dengan eksplorasi bentuk, warna, dan makna.
Dari École Duperré Paris, tiga mahasiswa desain tampil memukau dengan pendekatan visual yang kuat dan teatrikal. Pertama, Pierre Pinget menampilkan koleksi bertema Mafia, dengan sentuhan dramatis dan avant-garde yang menciptakan atmosfer penuh ketegangan dan kemewahan gelap.
Kedua, Bjorn Backes membawa penonton ke dunia urban distopia melalui koleksi berjudul Requiem, yang memadukan estetika masa depan dengan kesan rebel dan grunge.
Ketiga, Mathilde Reneaux mempersembahkan Syrius, koleksi bernuansa kosmik yang bermain dengan tekstur, volume, dan warna galaksi, menciptakan kesan melayang di ruang antariksa.
| Baca Juga: Tradisi, Alam, dan Inovasi Berpadu di Panggung JF3 Fashion Festival 2025
Sementara dari Indonesia, lima label muda menunjukkan potensi kreatif lokal tak kalah berani. Yakni, Lil Public dengan koleksi Hisashi Series, mengeksplorasi ilustrasi monster makanan yang unik pada busana urban wear oversized. Koleksi ini memadukan unsur playful dengan streetwear yang provokatif.

Dya Sejiwa menampilkan Merekah, koleksi yang lembut dan puitis, terinspirasi oleh proses metamorfosis kupu-kupu, menyimbolkan transformasi dan pertumbuhan.
CLV menghadirkan W.I.P – Work in Progress, koleksi modular yang menarik dengan konsep busana dan tas yang bisa dilepas pasang, merayakan kepraktisan sekaligus estetika fungsional.
Alumni PINTU juga turut tampil: Nona Rona lewat koleksi Lavanya yang feminin dan segar, Rizkya Batik melalui MIMO yang memadukan batik dalam bentuk kontemporer, serta Denim It Up dengan koleksi Futura 488-1 yang mengolah denim dengan pendekatan inovatif dan edgy.
| Baca Juga: Karakter Imajinatif Menyatu dalam Fashion Anak Versi Martcellia Liunic
Setiap koleksi membawa cerita yang berbeda, namun semuanya terhubung dalam semangat yang sama: bereksperimen, menciptakan identitas, dan mendobrak batas-batas mode konvensional. Kolaborasi ini memperlihatkan betapa dinamis dan beragamnya perspektif ketika budaya lokal dan global saling bersinggungan.
Kehadiran para desainer muda Prancis, Solène Lescouët, Ornella Jude Ferrari, dan Louise Marcaud, turut memperkaya atmosfer JF3 dengan napas segar mode Eropa.
Melalui karya-karya mereka, JF3 mempertegas dirinya sebagai panggung kreatif yang tidak hanya memamerkan tren, tapi juga menyuarakan dialog lintas budaya, inovasi berkelanjutan, dan pencarian identitas melalui mode.
RODEO oleh Maison J. Simone: Semangat Wild West di Jantung Kota

Desainer Paris Jude Ferrari, pendiri Maison J. Simone, memboyong koleksi ‘RODEO’ ke JF3 Fashion Festival 2025. Koleksi ini menyatukan semangat rodeo Texas dan rodeo urban dalam siluet bold dengan sentuhan punk dan couture.
“Maison J. Simone mendefinisikan kembali feminitas modern melalui couture yang penuh permainan. Dengan memadukan siluet yang berani dan detail yang halus, setiap koleksi merayakan individualitas, kepercayaan diri, dan keanggunan yang effortless,” ujar Jude.
RODEO mencampurkan elemen koboi seperti rumbai dan kulit usang dengan material fungsional seperti denim mentah, suede, mesh, dan jersey teknis. Semua bahan diambil dari deadstock, dengan cetakan bebas air, sebagai bentuk komitmen etis terhadap lingkungan.
“Setiap potongan merepresentasikan keseimbangan yang halus: antara kebebasan dan kendali, kekuatan dan keanggunan. RODEO menceritakan kisah mereka yang menunggang tanpa pelana, terkadang terjatuh, namun selalu bangkit kembali. Ini adalah ide untuk semangat, keberanian, dan gaya,” kata Jude yang menampilkan 20 look dari koleksi Rodeo di JF3 Fashion Festival 2025 itu.
| Baca Juga: Maia Estianty Ungkap Rahasia Kulit Kencang dan Sehat
Rétrograde oleh Louise Marcaud: Struktur, Emosi, dan Femininitas

Desainer asal Prancis, Louise Marcaud, mempresentasikan koleksi ‘Rétrograde’ di JF3 2025. Dibesarkan di Burgundy, ia membawa nilai kerajinan tangan dan struktur ke dalam busana modern.
“Ayah saya seorang tukang kayu. Di bengkelnyalah saya pertama kali memahami bentuk, tekstur, dan kebebasan dalam berkreasi,” ungkap Louise, yang menjadikan busana sebagai ruang ekspresi sekaligus perlindungan.
Terinspirasi dari Bauhaus, Le Corbusier, dan dunia balap motor, koleksi ini menyuguhkan bahu tegas, garis bersih, dan volume kuat dengan tekstur halus. “Setiap potongan dalam koleksi ini adalah bentuk armor modern, melindungi tanpa membatasi, menegaskan tanpa menghapus kelembutan,” katanya.
Sebanyak 50 potong pakaian dari 20 tampilan ini dibuat dari wol, katun, dan sutra deadstock, dirancang di atelier lokal Paris. “Bagi saya, setiap pakaian adalah bentuk bahasa, bentuk kehadiran. Saya ingin menciptakan mode yang memperkuat identitas melalui struktur dan emosi,” tegas Louise.
| Baca Juga: Tips Mencerahkan Ketiak Hitam, Bisa Pakai Bahan Alami
Solène Lescouet di JF3: Busana sebagai Manifesto Sensorik

Desainer Paris Solène Lescouet membawa estetika teatrikal dan eksperimental ke JF3 lewat gabungan empat koleksi terakhirnya: Punkettes Attack!, The Tales of Solène, Circus, dan Crimson Lovers 2025.
“Saya selalu mencari makna dan transformasi melalui busana. Koleksi saya adalah bentuk manifesto sensorik, tempat busana berbicara dengan ingatan, emosi, dan material,” jelas Solène.
Ciri khasnya: siluet dramatis, cetakan bold, dan teknik plissé berpadu dengan nilai keberlanjutan. “Saya merancang busana dengan prinsip keberlanjutan sebagai inti. Kami hanya menggunakan material alami, sering dari stok mati, dan memproduksi dalam jumlah terbatas atau sesuai pesanan,” katanya.
Dirancang tanpa batasan gender, semua busana dibuat secara made-to-order di Paris dengan pengiriman maksimal dua bulan. “Saya percaya bahwa pakaian harus memiliki nilai emosional. Pakaian yang disayangi, disimpan, dan dihargai memiliki kekuatan untuk bertahan melampaui tren,” tandasnya. (*/ADV)