Juliana Marins Dimakamkan, Keluarga Singgung Keberadaan Helikopter

3 hours ago 3

Keluarga Juliana Marins memutuskan untuk mengubur jenazahnya. Meski awalnya akan dikremasi, jenazah pendaki asal Brasil itu dimakamkan di Parque da Colina de Pendotiba, wilayah metropolitan Rio de Janeiro pada Jumat (4/7/2025) waktu setempat.

Dilansir dari O Goblo, orangtua Juliana, Manoel dan Estela Marins, tiba di lokasi sekitar pukul 10.20 pagi waktu setempat.  Sementara sejumlah karangan bunga menghiasi area pemakaman sebagai bentuk penghormatan terakhir.

Diketahui, Juliana Marins tewas setelah jatuh ke jurang di Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025 lalu.

Ayah Juliana, Manoel Marins, mengatakan pihak keluarga awalnya ingin agar jenazah putrinya dikremasi. Permintaan itu dilakukan karena jenazah Juliana sudah menjalani autopsi ke dua di Brasil.

| Baca Juga : Jenazah Juliana Marins Tiba di Brasil, Keluarga Minta Autopsi Ulang

 Alexandre Cassiano/Agência O GloboSuasana pemakaman Juliana Marins. Foto : Alexandre Cassiano/Agência O Globo

Hanya saja, pengadilan justru menolak upaya kremasi karena penyebab kematian Juliana Marins belum diketahui. Hasil autopsi yang dilakukan di Brasil juga belum resmi keluar.

“Kami menginginkan kremasi, tetapi hakim telah memutuskan penguburan demi menjaga kemungkinan autopsi ulang. Kantor Pembela Publik sempat memberi tahu bahwa keputusan itu bisa dibalik, namun kami memilih mempertahankan penguburan,” ujar Manoel Marins.

Dalam kesempatan itu, Manoel juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada masyarakat Brasil atas dukungan dan solidaritas yang diberikan sejak kabar meninggalnya Juliana tersebar.

“Kami belum mendapatkan seluruh jawaban. Beberapa hanya akan terungkap setelah autopsi kedua. Saya juga berterima kasih kepada media yang membantu menyebarkan kasus ini hingga menjadi perhatian nasional,” katanya.

| Baca Juga : Juliana Marins, Pendaki Brazil Meninggal di Gunung Rinjani

Pada kesempatan itu pula, Manoel juga menyampaikan kekecewaannya terhadap respons penyelamatan yang menurutnya lambat dan tidak terkoordinasi.

“Ketika saya pergi ke Indonesia, niat saya membawa anak kembali dalam keadaan hidup. Sayangnya, itu tidak terjadi. Tapi saya berterima kasih kepada Kedutaan Besar Brasil yang selalu mendampingi kami dan memberi akses ke otoritas lokal,” tuturnya.

Ia juga menyoroti minimnya infrastruktur dan kesiapan dalam penanganan insiden wisata di Gunung Rinjani.

“Saya dengar hanya ada satu helikopter di Jakarta yang bahkan tidak bisa menjangkau lokasi. Di lokasi kecelakaan, bantuan helikopter justru datang dari perusahaan tambang,” ujar Manoel.

| Baca Juga : Perjuangan Agam Rinjani Evakuasi Pendaki Brazil, Rela Tidur Bareng Jenazah

Berkaca dari apa yang dialami putrinya, Manoel berharap tragedi yang menimpa Juliana bisa menjadi bahan evaluasi terkait kebijakan keselamatan wisata di Indonesia.

“Jika kematian Juliana bisa membuat protokol diperbarui dan keselamatan pengunjung lebih diperhatikan, itu akan memberi sedikit ketenangan bagi kami,” ucapnya.

Ia membandingkan kecepatan respons penyelamatan di Brasil dengan situasi di negara-negara lain.

“Di Brasil, kita terbiasa dengan penyelamatan cepat. Saya teringat insiden di Pantai Itacoatiara pada tanggal 25 (Juni) lalu, di mana seorang petugas pemadam menyelamatkan wanita dari laut yang ganas. Sayangnya, di Indonesia dan banyak negara lain, itu bukan kenyataan,” pungkasnya. (*)

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |