JF3 Fashion Festival resmi menjalin kerja sama dengan Busan Textile & Fashion Industries Association dari Korea Selatan. Kolaborasi itu ditandai lewat penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara JF3 dan Busan Fashion Week.
Kerja sama itu bertujuan memperkuat industri fashion sekaligus membuka peluang internasional bagi desainer muda dari kedua negara.
Salah satu kesepakatan penting dalam MoU tersebut adalah terpilihnya tiga desainer terbaik dari masing-masing negara setiap tahun untuk tampil di panggung fashion mitra. Langkah ini diharapkan menjadi jembatan budaya yang berkelanjutan di kancah mode Asia.
Chairman JF3, Soegianto Nagaria, menyatakan bahwa kerja sama ini tidak hanya bersifat profesional, tetapi juga bertujuan mempererat hubungan antar pelaku fashion, institusi, dan budaya.
“Kolaborasi ini kami harapkan memberi dampak positif bagi pengembangan desainer dan brand dari Indonesia maupun Korea,” ujar Soegianto di Gafoy, Sumarecon Mall Kelapa Gading, Jakarta, pada Sabtu (26/7).
| Baca Juga: Tradisi, Alam, dan Inovasi Berpadu di Panggung JF3 Fashion Festival 2025
Sebagai langkah awal, tiga desainer Korea, Junebok Rhee (RE RHEE), Choi Chung-hoon (DOUCAN), dan Baek Juhee (REONVE), telah tampil memukau di JF3 2025, membawa koleksi dengan karakter kuat dan pesan budaya mendalam.
Pihak Busan juga menunjukkan antusiasme serupa. Park Dong Seok, perwakilan dari Busan Metropolitan City, menyampaikan rencana untuk mengundang desainer Indonesia berpartisipasi dalam ajang besar di Korea, seperti Busan International Film Festival (BIFF) Oktober mendatang.
“Kami ingin desainer Indonesia juga terlibat dan berbagi pengetahuan dalam semangat keberlanjutan dan budaya,” kata Park.
Kolaborasi ini membuka peluang besar bagi pertukaran kreatif dan budaya antara Indonesia dan Korea Selatan, serta memperluas eksposur global bagi desainer muda Tanah Air.
| Baca Juga: Menawan, Gaya Para Selebriti Indonesia di Hari Kebaya Nasional
Diketahui, Junebok Rhee, melalui label RE RHEE, mempersembahkan koleksi bertajuk This Appearance; Disappearance yang mengajak publik merenungkan kefanaan.
Koleksi itu mencerminkan perjalanan visual dan emosional tentang hadir dan menghilangnya identitas serta tren. Kain transparan, cetakan buram, dan potongan asimetris menjadi bahasa visual dari sesuatu yang perlahan memudar namun tetap meninggalkan kesan. “Saya banyak bereksperimen dengan ruang kosong dalam desain. Bagi saya, ketiadaan juga bisa bercerita,” tambahnya.
Lainnya, Baek Juhee, desainer di balik label REONVE, menghadirkan koleksi bertajuk Whispers of Heritage, yang memadukan keanggunan hanbok tradisional dengan siluet kontemporer yang anggun dan fungsional.
Mengusung tekstur alami, quilting, patchwork, dan bordir tiga dimensi, koleksi Baek Juhee menampilkan reinterpretasi elemen hanbok seperti kerah git, lengan baerae, dan lipatan aek-jureum. Motif bordir terinspirasi dari minhwa, seni lukis rakyat Korea, yang digarap secara handmade oleh pengrajin lokal.
Adapun Choi Chung-hoon hadir dengan koleksi bertajuk ‘Rekonstruksi Memori’. Koleksinya bermotif etnik berwarna emas dan merah berpadu dengan siluet modern yang mencerminkan vitalitas dan warisan budaya.
Choi mengerjakan semua motif cetak secara manual, termasuk mengambil inspirasi dari motif batik Indonesia. “Saya sangat tertarik pada motif, karena saya menggambarnya sendiri. Ada motif batik di Indonesia, sangat indah,” katanya. (*)