Panggung megah JF3 Fashion Festival 2025 kembali memancarkan pesonanya sebagai ajang prestisius bagi para desainer Tanah Air.
Tahun ini, para anggota Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) menghadirkan koleksi spektakuler dengan akar kuat pada budaya dan alam Indonesia.
Tak hanya itu, festival ini juga membuka ruang bagi para desainer independen yang mengusung misi fashion berkelanjutan dan inovatif, memperkaya makna keberagaman di ranah mode nasional.
Elegansi Bermekaran
Salah satu Desainer APPMI asal Sumatra Utara, Harry Hasibuan, membuka parade kemegahan dengan koleksi bertajuk Falling for the Bloom dari label Haze Be Wear.
| Baca Juga : JF3 2025: Perpaduan Kekuatan Lokal dan Kolaborasi Global di Panggung Fashion

Koleksi ini menjadi perayaan visual atas keindahan bunga-bunga, ditampilkan dalam 20 set busana yang memadukan gaun panjang, blus, rok, dan celana dengan siluet longgar yang mengalir lembut.
Warna-warna segar seperti oranye, hijau, dan pink mendominasi, menghadirkan nuansa ceria yang tetap anggun. Harry juga menampilkan keahlian dalam permainan tekstur melalui bahan seperti tulle, lace, organza, beludru, tenun, dan songket.
Ia bahkan memadukan hingga lima jenis kain dalam satu busana, upaya teknis yang memerlukan waktu empat bulan untuk diselesaikan.
“Koleksi ini wujud kecintaan saya terhadap bunga-bunga. Ini koleksi yang segar dan penuh warna, ada unsur mawar, aster, hingga lily,” jelas Harry.
Suaka Tropis yang Eksotis
Sementara Khayae menghadirkan koleksi bertema Tropical Sanctuary, terinspirasi dari kekayaan hutan hujan tropis Indonesia. Koleksi ini mengeksplorasi hubungan antara manusia, alam, dan budaya dalam 20 tampilan busana yang artistik.
| Baca Juga : Menawan, Gaya Para Selebriti Indonesia di Hari Kebaya Nasional
Material seperti tenun bulu, tekstur felted, serta motif akar dan dedaunan menjadi andalan. Gaun flowy menyerupai akar dan cape menyerupai kanopi hutan menjadi metafora visual akan simbiosis antara manusia dan lingkungan. Palet warna seperti tanah liat, hijau lumut, hingga emas matte memperkuat narasi alami yang mendalam.
Warisan Batak dalam Sentuhan Modern

Desainer APPMI lainnya, Yuni Pohan, menampilkan koleksi Markobas, yang dalam budaya Batak berarti ‘bersiap untuk bertindak’. Ia menata ulang kekayaan wastra Batak seperti tumtuman, maringin, dan sibolangan ke dalam desain yang kontemporer dan elegan.
Didominasi warna nude dan biru tua, koleksi ini menggunakan bahan seperti beludru, linen, tapeta, organza, dan sifon. Aplikasi handmade bunga serta teknik tusuk jelujur dan feston memperkuat nilai seni dan keotentikan koleksi.
“Saya ingin memperlihatkan bahwa wastra Batak bisa hadir dalam bentuk modern yang tetap sarat makna,” ujar Yuni.
| Baca Juga : Terupdate 2025, Daftar 10 Tas Termahal di Dunia Didominasi Hermes
Panggung Terbuka untuk Inovasi dan Keberlanjutan
Selain para anggota APPMI, JF3 Fashion Festival 2025 juga menjadi panggung bagi desainer independen yang membawa gagasan segar, terutama dalam isu fashion berkelanjutan.
Desainer Adhit, yang baru saja kembali dari New York Fashion Week, mempersembahkan koleksi Eunoia untuk musim Fall/Winter 2025/26. Berarti “pikiran yang baik” dalam bahasa Yunani, koleksi ini memadukan estetika masa lampau dan semangat modernitas dalam 15 rancangan busana siap pakai.
Menggunakan sequins dari limbah plastik daur ulang dan material seperti wool serta satin breathable, Adhit menciptakan busana yang tidak hanya elegan namun juga mengedukasi publik akan pentingnya kesadaran berbusana.
“Fesyen bukan sekadar gaya, tapi juga ekspresi nilai hidup. Dunia akan jadi tempat yang lebih baik jika kita berpikir dan bertindak bijak, termasuk dalam berpakaian,” ungkapnya.
Circular Fashion dengan Jiwa Sosial
Desainer Adrie Basuki, pionir circular fashion Indonesia, mempersembahkan koleksi bertema TRANSFORMA. Terdiri dari 24 look untuk pria dan wanita aktif, koleksi ini menggunakan kain daur ulang bermotif marmer, hasil kolaborasi dengan Batik Sadabhumi dan denim modern.
| Baca Juga : Maia Estianty Ungkap Rahasia Kulit Kencang dan Sehat
Koleksi ini juga mengangkat semangat penyintas kanker melalui kampanye bersama CISC, menyampaikan bahwa fashion bisa menjadi sarana pemberdayaan dan penyembuhan. Semua sisa kain dari proses produksi juga diolah kembali menjadi kain baru, menegaskan komitmen Adrie terhadap keberlanjutan.
“Setiap lapisan kain membawa makna. TRANSFORMA adalah tentang ketangguhan, perubahan, dan keberanian menjadi versi terbaik dari diri sendiri,” ujar Adrie.
Mode Sebagai Cermin Jiwa, Alam, dan Budaya
JF3 Fashion Festival 2025 telah membuktikan bahwa mode tidak lagi sebatas tren. Ia adalah bahasa, pernyataan, dan kadang, sebuah revolusi.
Lewat tangan-tangan kreatif para desainer, baik dari ranah asosiasi seperti APPMI maupun independen yang konsisten mengusung perubahan, panggung fashion menjadi cermin dari dinamika jiwa manusia, semesta alam, serta nilai-nilai yang terus hidup dan tumbuh bersama zaman.
Di tengah siluet, tekstur, dan warna, kita menemukan narasi tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita ingin melangkah. Dari bunga yang mekar hingga transformasi dalam benang daur ulang, semua berbicara dalam bahasa yang sama: keindahan yang berarti. (*/ADV)