Penetapan Tersangka Nany Widjaja Dinilai Prematur, Kuasa Hukum Soroti Proses Penyidikan

1 day ago 7

Penetapan mantan Direktur Jawa Pos, Nany Widjaja, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan surat terkait kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press (DNP) menuai sorotan tajam.

Kuasa hukum Nany, Billy Handiwiyanto, menilai langkah penyidik Polda Jatim terlalu tergesa dan belum memenuhi unsur prosedural, terutama karena pokok perkara masih disengketakan secara perdata di pengadilan.

“Penetapan tersangka ini terlalu dipaksakan. Proses pemeriksaan Pak Dahlan pun belum selesai. Tapi tiba-tiba status tersangka sudah muncul di media,” ujar Billy saat jumpa pers di Surabaya, Rabu (9/7/2025).

Nany Widjaja bersama Dahlan Iskan dilaporkan oleh PT Jawa Pos atas dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan saham PT DNP. Keduanya kini dijerat dengan Pasal 263, 266, 372, dan 374 KUHP, termasuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta Pasal 55 dan 56 KUHP.

| Baca Juga: Adinia Wirasti Debut Panggung Teater Internasional ‘Romeo and Juliet’

Namun menurut kuasa hukum, tudingan itu cacat logika dan tidak berdasar. Berdasarkan dokumen resmi dan data Administrasi Hukum Umum (AHU), Nany Widjaja masih tercatat sebagai pemegang saham sah PT DNP sejak 1998.

“Klien kami adalah pemegang saham berdasarkan akta jual beli tertanggal 12 November 1998. Sebanyak 72 lembar saham dibeli dari Anjarani dan Ned Sakdani dengan nilai total Rp648 juta,” jelas Billy.

Billy juga mengungkapkan bahwa meski pembelian saham dilakukan dengan pinjaman dari PT Jawa Pos, utang tersebut telah dilunasi melalui enam cek dalam jangka waktu enam bulan.

Bahkan, pada 2018, Nany kembali melakukan penambahan modal dengan dana pribadi, sehingga komposisi saham berubah menjadi 264 lembar atas nama Nany dan 88 lembar atas nama Dahlan Iskan.

| Baca Juga: Aktris Pakistan Humaira Asghar Ali Ditemukan Membusuk

Masalah bermula pada 2008, saat Dahlan meminta Nany menandatangani akta pernyataan bahwa saham DNP adalah milik PT Jawa Pos. Pernyataan itu, menurut Billy, hanya bagian dari strategi Go Public yang akhirnya tidak pernah terealisasi. Akta pembatalan pun telah dibuat pada 2009.

“Hal ini juga diperkuat keterangan Dahlan Iskan dalam jawaban di gugatan yang sedang berlangsung,” kata Billy.

Billy menilai, jika dasar pelaporan pidana adalah surat pernyataan 2008 tersebut, maka hal itu cacat secara hukum. Ia mengacu pada pasal 33 ayat 1 UU Penanaman Modal dan pasal 48 ayat 1 UU Perseroan Terbatas, yang menegaskan larangan adanya saham atas nama orang lain.

“Nama PT Jawa Pos tidak pernah ada dalam dokumen resmi,” tegasnya.

| Baca Juga: Kakak Nicola Peltz Lamar Putri Bungsu Musisi Legendaris Quincy Jones

Di sisi lain, Billy menyebut proses penyidikan belum menunjukkan imparsialitas. Hingga kini, dua permohonan pengajuan ahli dari pihak Nany belum direspons. Bahkan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan sebagai saksi kunci belum selesai.

Sementara tiga ahli yang diajukan pelapor (Jawa Pos) sudah diminta keterangan oleh penyidik.

Lebih jauh, Billy mengungkap hasil gelar perkara yang dilakukan di Biro Wasidik Mabes Polri pada 13 Februari 2025 menyarankan agar penyidik mendalami posisi para pihak lebih lanjut sebelum mengambil kesimpulan.

“Hasil gelar perkara menyarankan pendalaman para pihak dan kejelasan posisi pemegang saham. Yang mana pendalaman berupa BAP Dahlan Iskan yang merupakan saksi kunci belum diselesaikan,” ujarnya.

| Baca Juga: Taeil eks NCT Dihukum 3,6 Tahun Penjara atas Kasus Pemerkosaan

Menyikapi proses yang berjalan, Billy menyoroti bahwa gugatan perdata terkait kepemilikan saham PT DNP masih berlangsung dan baru akan memasuki tahap pembuktian. Hal ini, menurutnya, cukup menjadi alasan hukum agar proses pidana ditunda.

“Menurut Perma Nomor 1 Tahun 1956, seharusnya pidana ditangguhkan dulu karena perdata belum selesai. Tapi ini justru dipaksakan. Kami tidak menolak proses hukum, tapi harus sesuai prosedur,” tegasnya.

Berdasarkan info yang beredar, penetapan tersangka terhadap Nany Widjaja dan Dahlan Iskan tertera dalam dokumen yang ditandatangani Kasubdit I Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Arief Vidy, pada 7 Juli 2025. Namun hingga kini, tim kuasa hukum belum menerima surat resmi dari penyidik.

“Kami sampai detik ini belum mendapatkan surat penetapan tersangka, baik untuk Bu Nany Widjaja maupun Pak Dahlan Iskan. Makanya kami kaget kok tiba-tiba sudah ramai diberitakan di media,” ujar Billy.

| Baca Juga: Cerita Dramatis Mahasiswa Indonesia di Zona Perang Iran

Dengan belum selesainya gugatan perdata dan minimnya respons terhadap permintaan pendalaman dari pihak Nany, Billy mempertanyakan arah penegakan hukum yang terjadi.

Ia menegaskan, jika saham yang disengketakan terbukti milik kliennya, maka tuduhan penggelapan dan pencucian uang menjadi tidak relevan.

“Bagaimana bisa disebut penggelapan jika saham yang dibagikan dividennya adalah milik sendiri? Kan aneh kalau dibilang penggelapan,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polda Jatim terkait penetapan tersangka maupun respons atas protes yang disampaikan tim kuasa hukum.

Kasus ini pun kini menjadi perhatian publik, terutama karena melibatkan dua nama besar di industri media tanah air. (*)

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |