Sutradara Rizal Mantovani menghadirkan terobosan baru dalam dunia film horor Indonesia. Dalam proyek terbarunya, ‘Rego Nyowo’, Rizal memperkenalkan sosok pocong dengan tampilan yang benar-benar berbeda.
“Di film ini, kami ingin ada pocong yang beda dari film sebelumnya. Saya diskusi dengan Pak Rocky (Soraya) untuk membuat pocong model baru. Akhirnya kita tampilkan pocong yang atasnya tidak ada ujungnya dan posisinya menggantung dengan lidah yang punya karakteristik tertentu,” ungkap Rizal Mantovani saat ditemui di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat malam (25/7/2025).
Untuk menciptakan nuansa horor yang autentik dan menegangkan, Rizal menggabungkan efek practical dengan sentuhan CGI.
“Kita kira-kira pakai CGI sekitar 10 persen karena buat saya practical itu juga penting. Jadi CGI plus practical itu yang terbaik, bukan full CGI,” tambahnya.
| Baca Juga: Ari Irham dan Sandrinna Michelle Ungkap Beratnya Syuting ‘Rego Nyowo’
Pendekatan ini menjadi salah satu ciri khas Rizal yang selalu menghadirkan kesan nyata di setiap karyanya. Dengan konsep pocong gantung yang unik dan teknik sinematografi yang matang, film ini digadang-gadang akan memberikan pengalaman horor yang berbeda dari film-film sebelumnya.
“Kalau lokasi syuting dilakukan di Jakarta, Padalarang, dan Malang, dengan lokasi ikonik seperti Kota Batu, Universitas Brawijaya Malang, hingga Terminal Arjosari,” tambahnya.
Sementara bagi Ari Irham dan Sandrinna Michelle, mereka mengaku lebih sulit membangun chemistry dibandingkan proyek sebelumnya. Bagi Sandrinna, tantangan itu muncul karena kedekatan mereka di luar peran.
“Lebih susah karena aslinya kita lumayan dekat, apalagi setelah kita jadi kakak adik di film sebelumnya, Segoro Pitu,” ujar Sandrinna.
“Di sini kita banyak problem jadi terasa lebih susah bangun chemistynya, baik ketika syuting atau reading, kita harus lebih mengenal lagi dan sering ngobrol,” sambungnya.
| Baca Juga: Masa Lalu Adhisty Zara dan Ari Irham di Film ‘Bertaut Rindu’
Ari Irham pun menambahkan, “Di film ini Benhur dan Lena kan ceritanya kakak adik yang problematik. Padahal di dunia nyata, aku dan Sandrinna gara-gara proyek ‘Segoro Pitu’ itu jadi lebih dekat, jadi lebih susah untuk seperti nambahin tembok lagi. Tapi saat reading kita main games lalu kita main ke rumah hantu juga jadi fun.”
Sandrinna juga membagikan pengalamannya saat syuting di kebun pisang di Padalarang yang cukup sulit.
“Adegan-adegannya berat dan lokasinya susah untuk sampai ke sana, harus jalan kaki lumayan jauh,” ungkapnya.
Ari menambahkan, “Saat kami syuting di Padalarang itu musim hujan, jadi lumayan berat cuacanya saat itu.”

Produser Hitmaker Studio, Rocky Soraya mengungkapkan bahwa inspirasi cerita film ini berasal dari kebiasaannya membaca thread di media sosial. Salah satunya adalah kisah dengan judul ‘Kosan Berdarah’ yang dianggap sangat relatable.
“Hampir 50 persen orang pernah tinggal di kos-kosan. Selain itu setiap rumah kos punya cerita sendiri, ada yang bilang kotor, seram, atau bagus sekali,” jelas Rocky.
“Belum pernah di-explore oleh Hitmakers. Kalau hotel atau rumah kan sudah pernah. Ceritanya juga bagus, banyak plot twist, dan pemainnya masih muda, cocok untuk tinggal di kos-kosan. Jadi kisahnya relatable sehingga saya mau bikin film ini,” tambahnya.
| Baca Juga: Film ‘Pelangi di Mars’, Ciptakan Visual Futuristik dengan Sentuhan Budaya Indonesia
Film ‘Rego Nyawa’, yang akan tayang resmi pada 31 Juli 2025, mengikuti kisah Lena (Sandrinna Michelle) yang datang dari Jakarta ke Malang untuk kuliah bersama kakaknya, Benhur (Ari Irham). Mereka tinggal di kos milik pasangan suami istri, Bu Astri (Diah Permatasari) dan Pak Wiryo (Erwin Moron), yang terkenal baik dan ramah.
Kos tersebut tampak ideal—bagus, murah, nyaman, dan penuh kehangatan. Setiap minggunya, Bu Astri mengundang seluruh penghuni kos untuk makan malam bersama.
Namun, suasana hangat itu berubah menjadi penuh kejanggalan ketika seorang anak kos mengalami mimpi aneh dan yakin bahwa kos tersebut angker, bahkan dihuni pocong gantung.
Awalnya Lena dan penghuni kos lainnya tidak percaya. Hingga akhirnya Lena sendiri menyaksikan teror mengerikan itu. Kos ini ternyata bukan kos biasa. (*)