Berkaca dari Dewi Yull, Lakukan Kebiasaan ini Agar Terhindar Ablasio Retina

1 month ago 19

Penyanyi dan aktris senior Dewi Yull mengungkapkan kondisi kesehatannya yang kini hanya mengandalkan satu mata. Ia mengalami kebutaan total di mata kanan akibat komplikasi dari minus tinggi yang telah ia derita sejak lama.

Dewi Yull mengungkapkan bahwa ia kehilangan fungsi penglihatan di mata kanannya akibat ablasio atau ablasi retina.

Ablasi retina adalah kondisi di mana retina terlepas dari jaringan di bawahnya. Kondisi itu umum terjadi pada penderita minus tinggi karena bentuk bola mata yang lebih cembung, membuat retina lebih mudah terlepas.

Dalam hal ini, pelantun lagu ‘Bimbang dan Ragu’ itu memiliki minus 25 di mata kanan dan minus 19 di mata kiri.

Kisah kebutaan tersebut bermula pada tahun 2023, saat Dewi mulai merasakan adanya keanehan pada mata kanannya. Ia melihat semacam gelembung bening seperti balon kecil di dalam matanya.

| Baca Juga : Satu Mata Tak Berfungsi, Dewi Yull Tetap Tegar

Cairan itu kemudian berubah warna menjadi kuning pekat, membuat penglihatannya semakin kabur.

”Waktu tahun 2023 itu keluar cairan gelembung di dalam, kayak air gelembung, kayak balon gitu ya. Lama-lama kok dari air putih kemudian jadi kuning, makin pekat, makin pekat. Malam tuh sudah gelap yang kanan,” jelas Dewi Yull terkait ablasio retina yang dideritanya pada Jumat (4/7/2025) lalu.

Minus Tinggi Berpotensi Ablasio Retina

Ablasio retina seperti yang dialami Dewi Yull adalah salah satu kondisi mata serius yang sering tidak disadari banyak orang. Padahal dampaknya bisa fatal hingga menyebabkan kebutaan permanen.

Penyakit ini terjadi ketika lapisan retina terlepas dari jaringan di belakang bola mata. Padahal retina berfungsi sebagai penangkap cahaya dan pengirim sinyal ke otak untuk diterjemahkan menjadi gambar.

Meski bisa menimpa siapa saja, mereka yang memiliki mata minus tinggi (miopia), mengalami trauma, atau mengidap penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami ablasio retina.

Dokter Rita Polana, Sp.M, Spesialis Mata Subspesialis Vitreo-Retina RS Pondok Indah Jakarta, menjelaskan bahwa kondisi itu bisa berawal dari gejala yang sering diabaikan.

| Baca Juga : Suka Makan Pedas dan Berlemak, Anak Fiona Fachru Kena Bakteri H-Pylori

”Gejala awal dari ablasio retina antara lain adanya floaters, atau bayangan berbentuk bintik atau garis yang tampak mengambang atau melayang-layang pada penglihatan. Terjadinya fotopsia, atau sensasi melihat kilatan cahaya atau garis-garis terang di mata, tanpa adanya sumber cahaya eksternal yang nyata. Serta penglihatan seperti tertutup tirai,” jelas dr. Rita kepada Nyata.

Kondisi Darurat

Ia menegaskan bahwa ablasio retina adalah kondisi darurat medis. ”Ya, ablasio retina dianggap sebagai kondisi darurat karena jika tidak ditangani segera dapat berisiko menyebabkan kebutaan,” lanjutnya.

Penderita miopia tinggi, terutama mereka yang memiliki lebih dari -6 dioptri, memang diketahui berisiko lebih besar mengalami ablasio retina. Kondisi minus yang tinggi biasanya dipengaruhi oleh faktor genetik di mana level minus dapat terus bertambah dan sulit untuk dihentikan.

Retina Terus Menipis

”Seiring bertambahnya jumlah minus, maka panjang bola mata (stretching) juga turut bertambah. Proses stretching menyebabkan retina terus menipis dan meningkatkan risiko terjadinya ablasio retina,” tambahnya.

Deteksi Dini

Pendeteksian dini menjadi kunci pencegahan komplikasi serius. Pemeriksaan rutin seperti funduskopi atau optical coherence tomography (OCT) sangat direkomendasikan.

”Pemeriksaan untuk mendeteksi risiko ablasio retina melalui funduskopi, yaitu pemeriksaan mata untuk melihat bagian dalam mata (fundus), termasuk retina, saraf optik, dan pembuluh darah,” saran Rita.

| Baca Juga : Olivia Munn Idap Gangguan Mental, Sering Cabuti Bulu Mata

Ia juga menjelaskan efektivitas pemeriksaan tersebut. ”Pada pemeriksaan funduskopi, pupil akan dikondisikan untuk lebar secara maksimal, sehingga dokter spesialis mata dapat melihat area retina dengan lebih jelas. Hal itu dapat membantu dokter untuk mendeteksi adanya kelainan atau tanda-tanda risiko ablasio retina,” katanya.

Langkah Pencegahan

Menurut Rita, beberapa langkah yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan ablasio retina antara lain: mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayur dan buah, tidak menggunakan komputer atau gadget terlalu lama. Setidaknya setiap 20 menit menatap layar. Berikan waktu mata untuk beristirahat selama 20 detik. Lakukan pemeriksaan mata rutin, setidaknya 6 bulan hingga 1 tahun sekali, terutama jika minus bertambah.

Selain itu, edukasi mengenai aktivitas yang berisiko pun penting diketahui. ”Edukasi mengenai ablasio retina, terutama bagi pasien dengan mata minus yang tinggi, sangat penting. Pasien miopia tinggi sebaiknya menghindari olahraga angkat beban, menyelam, serta berbagai jenis olahraga yang berisiko menyebabkan trauma di area kepala,” ujarnya.

Jika ablasio retina sudah terjadi, beberapa pilihan penanganan medis dapat dilakukan.  Semua bergantung tingkat keparahan. ”Penanganan untuk kondisi ablasio retina antara lain: dengan laser argon, jika robekan ablasio retina masih terbatas, pneumatic retinopexy, atau prosedur bedah mata untuk memperbaiki retina yang terlepas, bisa juga pilihan tindakan operasi, seperti scleral buckle atau vitrektomi,” jelas dr. Rita.

Tindakan penanganan ablasio retina harus dilakukan sesegera mungkin. ”Jika kondisi ablasio retina ditangani lebih dari satu bulan sejak mengalami gejala, kemungkinan keberhasilan hanya pada struktur anatomi. Artinya retina dapat menempel, sehingga mata tidak mengecil. Namun pada kondisi ini, dokter tidak dapat menjanjikan penglihatan dapat kembali,” jelasnya. (*)

Baca selengkapnya di Tabloid Nyata Cetak edisi 2815, Minggu ke III Juli 2025.

Read Entire Article
Kerja Bersama | | | |