Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) melayangkan somasi atau peringatan kepada DPR RI terkait dugaan pencatutan lembaga mereka.
Hal itu dilakoni mereka karena merasa dicatut dalam unggahan soal proses penyempurnaan Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Di tengah polemik, RUU KUHAP itu telah disahkan jadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR dan pemerintah pada Selasa (18/11) kemarin.
BEM Undip pun menanggapi unggahan di akun Instagram DPR RI yang menyebut penyempurnaan RKUHAP dilakukan bersama organisasi masyarakat, perguruan tinggi, organisasi advokat, hingga mahasiswa, termasuk BEM Undip, melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami BEM Universitas Diponegoro secara kelembagaan menyatakan bahwa tidak pernah sekalipun ikut dalam proses tersebut dengan DPR RI yang membahas soal RKUHAP," kata Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq seperti dikutip dari detikJateng, Rabu (19/11).
Aufa mengatakan penyebutan nama lembaga dalam postingan tersebut terjadi bukan hanya satu-dua lembaga saja. Atas dasar itu, kata dia, BEM Undip pun mempertanyakan pernyataan DPR RI. Pihaknya menduga nama-nama tersebut dicatut dalam upaya menambah legitimasi.
"DPR RI kami rasa menambahkan nama lembaga-lembaga yang tidak pernah ikut memberikan aspirasi dalam RDP, untuk menambahkan legitimasi kuat bahwa telah melakukan meaningful participation," ungkapnya.
"Kami mempertanyakan apakah benar dalam merancang RUU KUHAP lembaga DPR RI benar-benar melibatkan seluruh elemen masyarakat, atau hanya 'kosmetik' semata untuk memenuhi meaningful participation," lanjutnya.
BEM Undip melayangkan peringatan berupa somasi kepada DPR RI, untuk meminta maaf dalam kurun waktu 3 hari. Ia mengatakan, jika tidak mendapat respons dalam kurun waktu itu, BEM Undip akan melayangkan gugatan.
"Kami melihat belum semua elemen dinyatakan pendapat dan pandangannya, dengan adanya pencatutan ini kami ragu dengan kualitas meaningful participation DPR RI," sambungnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP yang terdiri atas sejumlah tokoh dan organisasi atau lembaga sipil pun mengungkap dugaan bagian dari mereka dicatut dalam pembahasan RKUHAP.
"Rapat Panja [12-13 November 2025] tersebut pemerintah dan Komisi III DPR RI mempresentasikan beberapa bunyi pasal-pasal yang mereka klaim sebagai masukan dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang merupakan bagian dari koalisi, yaitu: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, dan AJI," kata mereka dalam siaran pers pada Minggu (16/11).
Namun, kata mereka, sebagian masukan yang dibacakan dalam rapat Panja tersebut ternyata tidak akurat dan bahkan memiliki perbedaan substansi yang signifikan dengan masukan-masukan yang kami berikan melalui berbagai kanal, antara lain melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau melalui penyerahan draf RUU KUHAP tandingan atau dokumen masukan lainnya kepada DPR dan Pemerintah.
"Kami menilai Rapat Panja tersebut seperti orkestrasi kebohongan untuk memberikan kesan bahwa DPR dan Pemerintah telah mengakomodir masukan. Padahal, ini adalah bentuk meaningful manipulation dengan memasukkan pasal-pasal bermasalah atas nama koalisi atau organisasi masyarakat sipil," kata mereka.
Terpisah, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman membantah pihaknya disebut mencatut nama-nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama pembahasan RKUHAP. Ia memastikan telah mengundang dan menyerap aspirasi sejumlah LSM maupun organisasi profesi sejak beberapa bulan terakhir.
Politikus Partai Gerindra itu menyebut pembahasan RKUHAP ini sebenarnya sudah selesai pada Juli 2025 lalu. Namun, karena banyak desakan pihaknya kembali membuka agenda rapat dengar pendapat dengan masyarakat sipil.
"Kita buka kembali masukan dari masyarakat kan, dari Juli, Agustus, September, Oktober, November, awal November, terus sampai hampir 100 kelompok masyarakat hadir ya, termasuk beberapa LSM, sekelompok LSM yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat Sipil dan lain sebagainya," ujar Habib dalam konferensi pers Komisi III sebelum rapat paripurna pengesahan RKUHAP jadi Undang-Undang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).
Dia pun mengklaim isi RKUHAP yang baru selesai disusun hampir 99,9 persen merupakan masukan masyarakat sipil.
"100 persen lah ya, mungkin 99,9 persen KUHAP baru ini merupakan masukan dari masyarakat sipil, ya. Terutama dalam penguatan peran advokat dan hak tersangka sebagai mekanisme untuk mengontrol agar aparat penegak hukum tidak melakukan kesewenang-wenangan, ya," kata politikus Gerindra itu.
Menurutnya, berdasarkan masukan dari masyarakat sipil tersebut, tim sekretariat membuat klasterisasi untuk disajikan dalam rapat panitia kerja. Ia mencontohkan ada usulan penghapusan larangan peliputan di pengadilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Selain itu, kata Habib, ada juga usulan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) terkait dengan perluasan objek praperadilan, di antaranya soal penelantaran laporan hingga penangguhan penahanan.
"Dari beberapa poin, dua itu kita akomodir, kita masukkan di pasal-pasal terkait objek praperadilan. Begitu juga masukan dari Universitas Indonesia yang disampaikan oleh sahabat saya, rekan Taufik Basari ya. Beliau mengajar di Universitas Indonesia, kirim kop surat, surat yang ada pakai kop UI, di antaranya soal larangan terjadinya penyiksaan dan intimidasi dalam pemeriksaan. Itu kita masukkan, ya," ujarnya.
Terkait somasi dari BEM Undip, CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari DPR.
Baca berita lengkapnya di sini.
(tim/kid)

3 hours ago
1














































