Jakarta, CNN Indonesia --
Bencana hidrometeorologi banjir bandang hingga longsor terjadi secara sporadis di sejumlah daerah tiga provinsi di Pulau Sumatra--Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat--pada akhir November lalu.
Sungai-sungai meluap, air masuk ke pemukiman, merendam rumah warga. Bukan cuma banjir bandang, air bah juga membawa kayu-kayu log yang diduga hasil pembalakan hutan.
Selain itu, bukit-bukit longsor, memutus jalan-jalan penghubung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghujung 2025 ditutup dengan bencana yang melanda tiga provinsi paling barat Indonesia itu. Lebih dari 1.000 orang menjadi korban meninggal dunia dan membuat jutaan warga mengungsi. Penanggulangan bencana pun masih berlangsung lebih sebulan kemudian, hingga kini.
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengatakan cuaca ekstrem terjadi di tiga provinsi itu sejak 24, 25, dan 26 November. Puncaknya, terjadi pada 25 dan 26 November lalu.
Teddy menjelaskan sejak hari pertama, seluruh unsur di lapangan mulai dari TNI, Polri, Basarnas, hingga BNPB daerah, telah bergerak melakukan penanganan.
"Yang di lapangan ini, seluruh petugas TNI, Polri, Basarnas, yang disampaikan Pak Panglima, BNPB daerah, semuanya di detik pertama, hari pertama, tanpa kamera," kata Teddy dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Sejumlah pejabat pemerintah mengatakan banjir dan longsor di tiga provinsi itu disebabkan fenomena cuaca ekstrem yang dipicu Siklon Tropis Senyar.
"Perlu kita ketahui, ini adalah Siklon Tropis Senyar yang memang sangat dahsyat, tetapi menurut BMKG sudah mulai menurun, oleh karena itu kita juga melakukan operasi modifikasi cuaca," kata Menko PMK Pratikno.
Sejumlah pegiat lingkungan tidak sependapat dengan hal itu. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai banjir besar dan longsor yang melanda tiga provinsi Sumatra itu tidak hanya disebabkan cuaca ekstrem semata, namun akibat masifnya alih fungsi lahan dan deforestasi.
Seiring bencana banjir dan tanah longsor itu, kayu-kayu gelondongan terbawa arus dan menumpuk di berbagai lokasi bencana.
Belakangan, Teddy mengakui penyebab bencana bukan hanya karena cuaca yang ekstrem. Ia juga mengatakan penyebab bencana ini menjadi perhatian serius pemerintah.
"Penyebab bencana ini jadi perhatian juga dan selain cuaca ekstrem. Tentunya ada faktor kerusakan lingkungan yang memperparah bencana," kata Teddy di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (3/12).
Presiden Prabowo Subianto (ketiga kiri) didampingi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (tengah) mencicipi makanan yang dimasak di dapur umum posko pengungsian bencana alam Desa Belee Panah, Bireuen, Aceh, Minggu (7/12/2025). (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Kerusakan masif hulu daerah aliran sungai
Saat menyerahkan uang Rp6,6 triliun hasil penindakan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) kepada negara yang dihadiri Presiden RI Prabowo Subianto, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menyatakan bencana banjir besar dan tanah longsor yang menerjang tiga provinsi Sumatra bukan fenomena alam biasa.
Burhanuddin menyebut banjir besar juga dipicu alih fungsi lahan yang masif di hulu sungai daerah aliran sungai yang bertemu dengan curah hujan tinggi.
"Berdasarkan hasil klarifikasi Satgas PKH dan hasil analisa Pusat Riset Interdisipliner ITB, diperoleh temuan terdapat korelasi kuat bahwa bencana banjir besar di Sumatra bukan hanya fenomena alam biasa, melainkan terarah pada alih fungsi lahan yang masif di hulu sungai daerah aliran sungai yang bertemu dengan curah hujan yang tinggi," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (24/12).
"Sehingga dampak hilangnya tutupan vegetasi di hulu daerah aliran sungai menyebabkan daya serap tanah berkurang, aliran air permukaan meningkat tajam, hujan ekstrem, dan banjir bandang akibat volume air meluber ke permukaan," ujarnya menambahkan.
Burhanuddin mengatakan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah melakukan identifikasi dengan temuan yakni sejumlah besar entitas korporasi dan perorangan terindikasi kontribusi terhadap bencana bandang tersebut.
"Satgas PKH telah melakukan klarifikasi terhadap 27 perusahaan yang tersebar di tiga provinsi tersebut," ujarnya.
Burhanuddin menyebut Satgas PKH akan melanjutkan proses investigasi terhadap seluruh subjek hukum yang dicurigai terlibat dalam alih fungi lahan di Aceh, Sumut, maupun Sumbar.
Sementara itu, Prabowo sebelumnya berkali-kali meninjau langsung daerah terdampak. Bukan hanya itu, dia bahkan sempat pula memimpin rapat terbatas (ratas) kabinet penanggulangan bencana di provinsi terdampak.
Walaupun demikian, Prabowo menegaskan sampai dengan saat ini Indonesia masih mampu menangani penanggulangan bencana itu sendiri, tanpa bantuan internasional. Dia menekankan walau tak diterapkan status tanggap darurat bencana nasional, prioritas anggaran dan sumber daya nasional dikerahkan untuk penanggulangan di Sumatra.
"Ada yang teriak-teriak ingin ini dinyatakan bencana nasional, kita sudah kerahkan, ini 3 provinsi dari 38 provinsi. Jadi situasi terkendali, saya monitor terus," kata Prabowo dalam sidang kabinet paripurna, Jakarta, Senin (15/12).
Dampak dan dorongan bencana nasional
Jumlah korban meninggal dunia terus bertambah setiap harinya, dari puluhan, ratusan hingga lebih dari 1.000.
Data BNPB per 30 Desember mencatat jumlah korban meninggal dunia 1.141 orang. Tidak hanya itu, bencana menyebabkan 200 fasilitas kesehatan rusak, 875 fasilitas pendidikan rusak dan hampir 2.000 fasilitas umum rusak.
Sejak bencana terjadi, sejumlah pihak mendesak pemerintah menetapkan status bencana nasional karena dampak bencana yang parah, masih ada daerah yang terisolir.
Beberapa kepala daerah di Aceh bahkan telah menyatakan tidak sanggup dalam penanganan bencana.
Desakan salah satunya datang dari Gerakan Nurani Bangsa. GNB terdiri atas tokoh nasional dari berbagai latar belakang seperti Sinta Nuriyah Wahid, Quraish Shihab, Franz Magnis-Suseno, Gomar Gultom, Kardinal Ignatius Suharyo, hingga Lukman Hakim Saifuddin.
GNB menyatakan tragedi kemanusiaan yang menyebabkan korban jiwa dan kelumpuhan aktivitas sosial dan ekonomi di banyak wilayah di Pulau Sumatra itu patut dinyatakan sebagai bencana nasional.
"Gerakan Nurani Bangsa menilai tragedi kemanusiaan yang sebabkan jatuhnya korban jiwa dan kelumpuhan aktivitas sosial dan ekonomi di banyak wilayah di Pulau Sumatra ini patut dinyatakan sebagai Bencana Nasional," tulis GNB dalam keterangannya, Kamis (4/12).
Hunian sementara
Dalam konferensi pers beberapa lalu, Seskab Teddy menyatakan pemerintah menyiapkan 44.045 unit hunian sementara (huntara) bagi korban banjir bandang dan longsor di Pulau Sumatra.
Keseluruhan unit hunian sementara itu tersebar di tiga provinsi terdampak bencana, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Dengan rincian, di Sumatra Barat sebanyak 2.559 unit, Sumatra Utara 5.158 unit, dan paling banyak di Aceh mencapai 36.328 unit.
Dalam kunjungannya ke Posko Pengungsi di SD 05 Kayu Pasak Palembayan, agam, Sumatera Barat, Presiden Prabowo Subianto menyebut proses pembangunan Huntara sudah mulai dibangun.
Ia menargetkan Huntara bagi korban di sana rampung dalam waktu satu bulan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp60 triliun di APBN 2026 untuk membiayai pemulihan bencana banjir dan tanah longsor di Pulau Sumatra.
Di sisi lain, pemerintah juga menyegel perusahaan yang dinilai berkontribusi terhadap bencana. Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyegel tujuh subjek hukum yang diduga menjadi penyebab terjadinya banjir dan longsor di Sumatra. Sejumlah perusahaan sudah disegel.
"ini adalah pesan keras: Lingkungan bukan untuk dikorbankan. Kami akan mengejar setiap pelanggaran hingga ke akarnya demi memastikan hak rakyat atas lingkungan yang sehat dan aman tetap terjaga," kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq beberapa waktu lalu.
(yoa/kid)

2 hours ago
2

















































